Schoolmedia News Jakarta === Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menegaskan bahwa bahwa kemajuan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), harus diarahkan untuk memperkuat kesetaraan gender, mengubah stigma dan streotipe gender, serta mempercepat pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban kekerasan terhadap perempuan.
Teknologi dapat berpotensi membuka ruang dan bentuk baru dari diskriminasi dan kekerasan, oleh karenanya teknologi penting digunakan menjadi ruang aman yang melindungi dan memberdayakan perempuan.
Saat ini, penggunaan teknologi dan platform daring menjadi ruang terbuka yang digunakan oleh pelaku yang menyusup pada ruang yang sangat privasi melalui beragam aplikasi digital.
Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan (CATAHU) Komnas Perempuan 2024 mendokumentasikan 445.502 kekerasan terhadap perempuan, meningkat 9,77% dari tahun sebelumnya.
Kenaikan signifikan terlihat pada kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang melonjak 40,8% dengan bentuk-bentuk antara lain online threats, cyber sexual harassment, malicious distribution, sexploitation, pelanggaran privasi, dan penipuan.
Realitas ini menunjukkan bahwa ruang digital yang seharusnya menjadi sarana bagi kemajuan, justru menjadi arena yang rentan kekerasan terhadap perempuan.
Komnas Perempuan menegaskan penguatan infrastruktur digital dan literasi teknologi berbasis gender sangat penting dilakukan. Inovasi teknologi untuk layanan pelaporan dan pendampingan korban yang cepat dan menjangkau daerah-daerah terpencil adalah kunci.
Artificial Iintelligent (AI), misalnya, dapat dimanfaatkan untuk deteksi dini konten tindakan kekerasan dan diskriminasi maupun tindakan lain yang merendahkan martabat perempuan, identifikasi pola KBGO, hingga analisis risiko yang memudahkan pencegahan.
Komnas Perempuan mencatatkan bahwa Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) memerintahkan Pemerintah untuk menghapus informasi elektronik atau dokumen elektronik yang bermuatan tindak pidana kekerasan seksual.
Karena itu, pengawasan menjadi prioritas penting bagi Pemerintah, termasuk terhadap konten digital yang merendahkan martabat perempuan maupun informasi yang menyalahkan korban.
âTeknologi harus diarahkan untuk mencegah kekerasan, menyelamatkan dan memulihkan korban kekerasan. Bukan menjadi alat baru serta memfasilitasi untuk melukai perempuan. Tanpa kebijakan yang responsif gender, kemajuan teknologi berisiko melanggengkan kekerasan dan diskriminasi dalam bentuk baru,â tegas Komisioner Chatarina Pancer Istiyani.
Komisioner Daden Sukendar menambahkan, Komnas Perempuan menghimbau publik untuk menggunakan percepatan teknologi sebagai peluang untuk membangun transformasi keadilan dan ruang kehidupan yang setara aman bagi semua, termasuk bagi perempuan.
Dia juga mendesak pentingnya penguatan sinergi database kekerasan terhadap perempuan, penerapan standar keamanan dan pelaporan ramah korban berbasis AI di lingkungan Kementerian/Lembaga dan masyarakat sipil, termasuk alokasi anggaran perlindungan digital yang responsif gender.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar