Cari

Akses Pendidikan PAUD di Indonesia Masih Terbatas karena Berbayar dan Tidak Merata


Akses Pendidikan PAUD di Indonesia Masih Terbatas karena Berbayar dan Tidak Merata

Jakarta == Center of Strategic and International Studies (CSIS) mengungkapkan hasil studi terbaru terkait permasalahan kebijakan pendidikan di Indonesia pada semua jenjang, termasuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Studi tersebut menemukan bahwa akses pendidikan PAUD di tanah air masih terbatas karena biaya yang harus dibayar peserta didik serta distribusi lembaga PAUD yang belum merata.

"Kebijakan ini memiliki dampak yang terbatas. Sampai saat ini akses PAUD masih terbatas karena berbayar," ujar Wakil Direktur Eksekutif Operasional CSIS, Medelina K. Hendytio, dalam pemaparannya.

Medelina menjelaskan, mayoritas lembaga PAUD di Indonesia masih diselenggarakan pihak swasta, sehingga orang tua diwajibkan membayar biaya pendidikan. Kondisi ini menyulitkan keluarga dengan keterbatasan ekonomi untuk mendaftarkan anak mereka ke PAUD.

"Tentu menjadi kesulitan bagi kelompok ekonomi lemah untuk mengirim anak-anak mereka ke PAUD yang berbayar," tuturnya.

Selain kendala biaya, sebaran lembaga PAUD juga belum merata. Menurut Medelina, akses PAUD masih didominasi wilayah perkotaan di Pulau Jawa dan Indonesia bagian barat. Sementara itu, daerah pedesaan, wilayah Indonesia tengah, dan timur masih kesulitan mendapatkan layanan tersebut.

"Misalnya, dari 82.000 desa di Indonesia, masih ada sekitar 20.000 desa yang tidak memiliki PAUD" ungkapnya.

Temuan ini menunjukkan perlunya kebijakan yang lebih inklusif untuk memastikan setiap anak Indonesia, tanpa terkecuali, mendapatkan akses pendidikan sejak usia dini.

Antara Biaya, Akses dan Komitmen Negara 

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia memiliki peran strategis dalam membentuk fondasi perkembangan anak sebelum memasuki pendidikan dasar. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa stimulasi pendidikan pada masa emas perkembangan anak (0 sampai 6 tahun) berpengaruh signifikan terhadap kemampuan kognitif, sosial, dan emosional di masa depan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa akses dan kualitas PAUD di Indonesia masih menghadapi tantangan besar.

Salah satu kelemahan mendasar PAUD di Indonesia adalah keterbatasan akses. Berdasarkan data yang disampaikan Center of Strategic and International Studies (CSIS), dari 82.000 desa di Indonesia, sekitar 20.000 desa belum memiliki layanan PAUD.

Kondisi ini menandakan bahwa jutaan anak di wilayah pedesaan, terutama di Indonesia tengah dan timur, tidak mendapatkan kesempatan belajar sejak usia dini.

Sebaran layanan PAUD cenderung bias perkotaan, dengan konsentrasi tertinggi di Pulau Jawa dan wilayah Indonesia bagian barat. Hal ini memperlebar kesenjangan pendidikan antara daerah maju dan tertinggal.

Mayoritas lembaga PAUD di Indonesia diselenggarakan oleh pihak swasta. Akibatnya, biaya pendidikan harus ditanggung orang tua, mulai dari uang pangkal hingga biaya bulanan.

Kondisi ini membuat keluarga dengan keterbatasan ekonomi kesulitan mengakses layanan PAUD. Padahal, pendidikan pada usia dini seharusnya menjadi hak setiap anak dan difasilitasi negara tanpa hambatan biaya.

Selama ini, kebijakan pemerintah terkait PAUD masih bersifat parsial dan belum menyeluruh. PAUD belum menjadi prioritas dalam perencanaan pendidikan nasional. Anggaran yang dialokasikan untuk pendidikan anak usia dini relatif kecil dibandingkan jenjang pendidikan lainnya, sehingga berdampak pada keterbatasan sarana, prasarana, dan pelatihan guru.

Ketiadaan regulasi yang kuat untuk mewajibkan penyediaan PAUD di setiap desa juga menjadi kelemahan serius. Tanpa kerangka kebijakan yang tegas, perkembangan PAUD akan terus bergantung pada inisiatif masyarakat atau pihak swasta.

Minimnya intervensi negara terhadap penyediaan dan pembiayaan PAUD menunjukkan lemahnya kepedulian terhadap pendidikan usia dini. Tidak ada program masif yang menjamin seluruh anak usia dini mendapatkan akses pendidikan gratis dan berkualitas.

Kepedulian ini sering terpinggirkan karena pemerintah lebih fokus pada pendidikan dasar dan menengah. Padahal, tanpa fondasi PAUD yang kuat, capaian pendidikan di tingkat berikutnya akan sulit dimaksimalkan.

Keterbatasan akses dan lemahnya kebijakan PAUD berpotensi menciptakan kesenjangan kualitas sumber daya manusia di masa depan. Anak-anak yang tidak mendapatkan stimulasi pendidikan sejak dini akan lebih rentan menghadapi kesulitan belajar, kurang percaya diri, dan tertinggal dalam perkembangan sosial-emosional.

Ketidakmerataan ini pada akhirnya akan memengaruhi daya saing bangsa di era global, karena kualitas pendidikan dasar suatu negara sangat dipengaruhi oleh investasi di usia dini.

Kelemahan PAUD di Indonesia bukan sekadar persoalan teknis, tetapi masalah kebijakan dan keberpihakan negara. Tanpa langkah tegas untuk memperluas akses, menghapus hambatan biaya, memperkuat regulasi, serta meningkatkan alokasi anggaran, jutaan anak Indonesia akan terus kehilangan haknya mendapatkan awal pendidikan yang layak. Jika negara ingin membangun generasi emas 2045, maka perhatian serius terhadap pendidikan anak usia dini adalah investasi yang tidak bisa ditunda.

Tim Schoolmedia

Artikel Selanjutnya
Hari Kebangkitan Teknologi Nasional 2025, Teknologi Menjadi Ruang Aman dan Invovasi untuk Penghapusan Kekerasan Anak dan Perempuan
Artikel Sebelumnya
Analisis Kelemahan Implementasi Program Indonesia Pintar: Perspektif Kemanfaatan Hukum dan Keadilan

Artikel Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar