
Schoolmedia News Bandung = Aktivitas vulkanik Gunung Semeru belakangan ini kembali menjadi perhatian seiring meningkatnya intensitas erupsi pada musim hujan.
Menanggapi situasi tersebut, Dr. Eng. Ir. Mirzam Abdurrachman, S.T., M.T., dosen Kelompok Keahlian Petrologi, Volkanologi, dan Geokimia, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Sekolah Pascasarjana Ilmu dan Teknologi Multidisiplin (SPITM) serta Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), memberikan penjelasan mengenai penyebab peningkatan aktivitas Semeru serta potensi bahaya yang perlu diwaspadai masyarakat.
Menurut Dr. Mirzam, musim hujan berperan
penting dalam meningkatkan potensi erupsi di Semeru. Beliau menjelaskan
bahwa kehadiran air hujan dapat memicu letusan freatik, terutama ketika
air meresap ke area yang sangat panas di puncak gunung.
âAir yang masuk itu akan terpanaskan, berubah menjadi uap, menambah tekanan, dan kemudian letusan terjadi,â jelasnya.
Selain
itu, hujan juga dapat mencuci lapisan abu vulkanik di bagian puncak
yang selama ini berfungsi sebagai penutup tekanan dari bawah. Hal ini
membuat penahan tekanan melemah.
Dr.
Mirzam menjelaskan fenomena tersebut dengan ilustrasi sederhana.
âSeperti botol minuman bersoda yang sudah diguncang-guncangkan kemudian
tutupnya dibuka, maka akan menyembur keluar," ujarnya.
Beliau
menyatakan bahwa kedua fenomena ini lebih sulit diantisipasi, daripada
kejadian umum letusan gunung api yang berkaitan dengan siklus pengisian
dapur magma.
Lahar: Ancaman Utama di Musim Hujan
Dr.
Mirzam menekankan bahwa musim hujan tidak hanya membawa bahaya primer
saat erupsi, tetapi juga ancaman sekunder seperti lahar. âBahaya utama
di musim hujan selain bahaya primer adalah bahaya sekunder atau ikutan
seperti lahar,â ucapnya.
Beliau mengingatkan bahwa aliran lahar paling berbahaya di sepanjang badan sungai, terutama pada bagian yang berkelok.
âPada
bagian ini lahar yang kental tentu tidak bisa bermanuver saat
menghadapi tikungan atau belokan dengan tiba-tiba,â ujarnya.
Kondisi tersebut menjadikan kelokan sungai sebagai lokasi dengan potensi luapan terbesar.
Aliran Awan Panas dan Zona Bahaya
Semeru
juga tercatat mengeluarkan awan panas guguran dengan jarak luncur
signifikan. Berdasarkan laporan yang disampaikan melalui PVMBG, jarak
luncur terjauh mencapai 15,5 km ke arah tenggara, sehingga wilayah
tersebut menjadi zona yang harus memperoleh perhatian khusus.
Daerah-daerah
di sepanjang bantaran sungai juga berpotensi terdampak aliran lahar dan
perlu diwaspadai terutama saat intensitas hujan meningkat.
Sementara itu, sebaran abu vulkanik dari erupsi sangat dipengaruhi oleh arah angin pada saat kejadian berlangsung.
Peningkatan Status dan Pemantauan Aktivitas
Terkait
kenaikan status Semeru dari Waspada ke Siaga, Dr. Mirzam menjelaskan
bahwa langkah tersebut dilakukan PVMBG karena meningkatnya parameter
vulkanik.
âIntensitas
gempa vulkanik yang semakin sering selain parameter lain seperti
perubahan kandungan gas, kenaikan temperatur, dan deformasi,â ungkapnya,
menjadi dasar utama peningkatan status.
Beliau
juga menekankan pentingnya pemantauan melalui sumber resmi. Menurutnya,
kondisi aktual aktivitas gunung sebaiknya selalu dilihat melalui
pembaruan PVMBG atau aplikasi Magma Indonesia. âJika letusan semakin
jarang dan letusan semakin kecil, maka pertanda gunung api ini berangsur
membaik seperti halnya orang sakit batuk yang semakin jarang batuk dan
melemah batuknya,â ujarnya.
Mitigasi: Patuhi Rekomendasi Resmi
Untuk
langkah mitigasi, Dr. Mirzam mengimbau masyarakat agar mengikuti
instruksi lembaga berwenang. âMitigasi bagi penduduk sekitar sebaiknya
mengikuti arahan PVMBG, yaitu mengungsi ke area aman di luar zona bahaya
yang direkomendasikan,â tegasnya.
Bagi
warga yang tetap harus beraktivitas di luar rumah, beliau menyarankan
penggunaan masker basah untuk menurunkan risiko paparan abu.
âMenggunakan masker yang dibasahi dapat meningkatkan daya rekat dan daya
hisap terhadap abu vulkanik,â jelasnya.
Tinggalkan Komentar