
Schoolmedia News Jakarta == Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai situasi penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia mengalami kemunduran serius sepanjang satu tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Dalam laporan pemantauan tahunan yang dirilis di Jakarta, Kamis (24/10), KontraS menegaskan bahwa pemerintah tidak menunjukkan upaya berarti untuk menegakkan HAM sebagaimana diamanatkan konstitusi dan berbagai komitmen internasional. Sebaliknya, pemerintah justru dinilai aktif berkontribusi terhadap berbagai bentuk pelanggaran HAM di berbagai daerah.
KontraS mencatat pola penyempitan ruang sipil, kriminalisasi terhadap pembela HAM, penelantaran dan pemutihan kasus pelanggaran HAM masa lalu, serta tindakan represif di Papua. Lembaga ini juga menyoroti lemahnya dukungan pemerintah terhadap perjuangan Palestina dan normalisasi hubungan dagang dengan Israel, serta munculnya rancangan regulasi yang berpotensi meningkatkan kriminalisasi masyarakat sipil.
Sebagai puncak dari berbagai persoalan tersebut, gelombang demonstrasi nasional terjadi di berbagai kota pada 25 hingga 31 Agustus 2025. Massa menyuarakan kekecewaan terhadap kebijakan ekonomi dan subsidi perumahan bagi anggota parlemen. Namun, aksi itu berujung pada tindakan keras aparat.
KontraS mencatat 451 warga luka-luka, 10 orang tewas, dan 4.145 penangkapan sewenang-wenang, baik terhadap peserta aksi maupun masyarakat biasa. Bentuk kekerasan mencakup penggunaan peluru tajam, pemukulan, penyiksaan, dan penggunaan senjata pengendali massa secara berlebihan.
Dugaan Penculikan dan Penghilangan Paksa
Dari pemantauan lapangan, banyak penahanan dilakukan secara rahasia. KontraS bahkan membentuk Satuan Tugas Orang Hilang pada 1 September 2025 dan menerima laporan 44 orang hilang selama aksi protes. Sebanyak 42 orang berhasil ditemukan, 33 di antaranya sempat ditahan diam-diam oleh aparat tanpa akses ke keluarga atau penasihat hukum. Dua orang Muhammad Farhan Hamid dan Reno Syahputradewo hingga kini belum ditemukan.
Gelombang penangkapan berlanjut setelah demonstrasi usai. Dalam periode 1 September 1 Oktober 2025, KontraS mencatat 1.623 penahanan baru. Tak hanya itu, serangan digital dan ancaman kriminalisasi juga dialamatkan kepada warganet yang menyuarakan kritik di media sosial.
Sejumlah aktivis dan tokoh publik turut ditangkap tanpa surat resmi, di antaranya Delpedro Marhaen (Direktur Eksekutif Lokataru Foundation), Muzaffar Salim, Syahdan Husein (admin akun Instagram @Gejayanmemanggil), dan Figa Lesmana (pengguna TikTok). Mereka dituduh melanggar pasal-pasal karet dalam KUHP, UU ITE, dan UU Perlindungan Anak.
KontraS menilai Indonesia tengah menghadapi darurat reformasi sektor keamanan. Polisi disebut minim akuntabilitas, sementara TNI mengalami ekspansi kekuasaan melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang TNI pada 20 Maret 2025 yang memperluas peran operasi militer selain perang tanpa batasan jelas.
Di Papua, situasi HAM memburuk akibat penempatan 107 anggota Polri dan 4.959 personel TNI sejak Januari hingga Agustus 2025. Praktik intimidasi, penangkapan, dan kekerasan menyebabkan 39 warga luka, 57 tewas, dan 188 ditangkap sewenang-wenang. Salah satu korban adalah Abral Wandikbo, petani 27 tahun dari Nduga, yang ditembak mati dan difitnah sebagai anggota kelompok bersenjata.
KontraS juga menyoroti langkah Presiden Prabowo yang memberikan tanda kehormatan negara kepada tokoh-tokoh yang pernah diduga terlibat pelanggaran HAM berat, seperti Wiranto, A.M. Hendropriyono, Zacky Anwar Makarim, Abilio Soares, dan Sjafrie Sjamsoeddin.
Langkah tersebut dinilai sebagai bentuk penghapusan tanggung jawab negara dan pelanggengan impunitas, apalagi di tengah stagnasi kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, yang hingga kini belum tuntas 21 tahun setelah peristiwa.
Dalam kebijakan luar negeri, KontraS menyoroti pernyataan Prabowo pada 28 Mei 2025 yang membuka peluang pengakuan Indonesia terhadap Israel jika negara itu mengakui kedaulatan Palestina. Pernyataan serupa diulang dalam Sidang Majelis Umum PBB, 24 September 2025. Sikap itu dinilai mengikis posisi moral Indonesia yang selama ini berpihak pada Palestina dan menurunkan kredibilitas diplomatik di mata internasional.
Semua temuan ini menunjukkan kemunduran nyata penegakan HAM dalam satu tahun pemerintahan Prabowo Gibran, ujar Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya. Ia mendesak pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh dan langkah korektif agar arah pemerintahan selanjutnya kembali sejalan dengan prinsip demokrasi dan penghormatan HAM.
KontraS memperingatkan, tanpa tindakan tegas dari pemerintah, kondisi HAM di Indonesia bisa menjadi lebih buruk daripada tahun pertama pemerintahan Prabowoââ¬âGibran.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar