Schoolmedia News Jakarta = Di sebuah sekolah dasar di pinggiran Bogor, aroma nasi hangat dan lauk pauk sederhana kini menjadi rutinitas baru bagi ratusan anak setiap pagi. Mereka adalah bagian dari penerima Program Makan Bergizi Gratis (MBG) salah satu program prioritas nasional pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang digadang sebagai langkah konkret memperkuat sumber daya manusia Indonesia sejak dini.
Namun di balik semangat perut kenyang, anak sehatÂ, Kementerian Kesehatan RI mengingatkan adanya satu faktor krusial yang tidak boleh diabaikan: keamanan pangan.
Melalui Surat Edaran Nomor HK.02.02/A/4954/2025, Kemenkes menegaskan bahwa program MBG tidak hanya bertujuan menyediakan makanan bergizi, tetapi juga memastikan setiap suapan aman dikonsumsi. Surat edaran ini mengatur secara detail tentang standar keamanan pangan, kesiapsiagaan, serta mekanisme tanggap cepat jika terjadi keracunan pangan massal (KLB).
Pencegahan keracunan pangan adalah tanggung jawab bersama. Keamanan pangan dalam Program Makan Bergizi Gratis bukan hanya soal mutu makanan, tetapi juga soal menjaga nyawa dan keberlangsungan program pemerintah, ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, dalam keterangan tertulis.
Program MBG menargetkan kelompok rentanââ¬âanak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, balita, dan lansia. Melalui pendekatan lintas sektor, program ini diharapkan menekan angka stunting, memperbaiki status gizi masyarakat, serta mengurangi kesenjangan sosial di bidang kesehatan.
Namun idealisme itu bisa runtuh bila aspek keamanan pangan diabaikan. Satu kasus keracunan saja dapat meruntuhkan kepercayaan publik dan mencoreng wajah program nasional.
Kementerian Kesehatan menyadari risiko ini dan menjadikannya prioritas. Lewat surat edaran tersebut, Kemenkes meminta seluruh Dinas Kesehatan provinsi dan kabupaten/kota untuk berperan aktif dalam menjamin keamanan pangan. Setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) wajib memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sebelum memproduksi atau mendistribusikan makanan.
Langkah pengawasan diperkuat melalui inspeksi kesehatan lingkungan secara berkala serta pelatihan penjamah makanan dan tenaga gizi. Bahkan, pelatihan kini difasilitasi secara daring melalui Learning Management System (LMS) Kemenkes, agar tenaga di lapangan dapat belajar kapan pun dan di mana pun.
ââ¬ÅKami ingin memastikan makanan dalam program ini tidak hanya bergizi, tetapi juga aman. Dinas kesehatan daerah adalah garda terdepan dalam menjamin hal tersebut,â tambah Kunta.
Belajar Dari Ribuan Kasus Keracunan
Indonesia bukan tanpa pengalaman buruk soal keamanan pangan. Dalam dua tahun terakhir, tercatat puluhan kasus keracunan massal di sekolah maupun komunitas yang disebabkan oleh makanan olahan rumahan dan katering tanpa pengawasan.
Kasus paling serius terjadi di salah satu kabupaten di Jawa Tengah pada 2023, ketika puluhan siswa SD harus dilarikan ke rumah sakit setelah menyantap nasi kotak dalam acara peringatan hari besar nasional. Investigasi menemukan bahwa makanan tersebut disiapkan tanpa standar higiene dan tanpa sertifikasi laik sanitasi.
Kisah seperti itu menjadi peringatan keras bagi pelaksanaan MBG. Dengan skala nasional yang melibatkan jutaan penerima manfaat, satu kelalaian kecil dapat berdampak luas. Karena itu, Kemenkes mewajibkan protokol ketat di setiap lini dari pemilihan bahan baku, proses pengolahan, hingga distribusi ke peserta program.
Surat edaran Kemenkes juga memuat langkah-langkah respons cepat apabila muncul gejala keracunan pangan massal. Masyarakat diimbau segera menghubungi call center 119 atau mendatangi fasilitas kesehatan terdekat.
Begitu laporan masuk, Tim Gerak Cepat (TGC) akan dikerahkan untuk melakukan investigasi epidemiologi dan uji laboratorium terhadap sampel makanan. Prosedur ini dilakukan di laboratorium yang sudah terakreditasi nasional agar hasilnya dapat dijadikan dasar tindakan medis dan kebijakan.
Seluruh laporan kejadian luar biasa (KLB) harus segera disampaikan ke Public Health Emergency Operation Center (PHEOC) melalui nomor hotline 0877-7759-1097.
Kami tidak ingin kasus KLB pangan menjadi isu yang diabaikan. Setiap laporan harus ditangani secara cepat dan transparan, ujar seorang pejabat Direktorat Kesehatan Lingkungan Kemenkes.
Kebijakan yang ideal di atas kertas tidak selalu mudah dijalankan di lapangan. Di beberapa daerah, keterbatasan tenaga pengawas pangan masih menjadi kendala utama. Banyak Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang hanya memiliki satu atau dua petugas pengawas sanitasi untuk mengawasi ratusan titik layanan makanan.
Di sisi lain, fasilitas laboratorium uji cepat di daerah masih terbatas. Beberapa daerah harus mengirim sampel makanan ke provinsi tetangga, yang berarti waktu penanganan KLB bisa tertunda.
ââ¬ÅKami sangat mendukung kebijakan ini, tapi tantangan di lapangan luar biasa besar. Perlu tambahan SDM, sarana uji cepat, dan edukasi yang konsisten,ââ¬Â kata Nurhayati, Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan di salah satu kabupaten di Banten.
Masalah lain muncul dari sisi penyedia makanan. Banyak pengelola dapur komunitas belum memahami pentingnya prosedur higienis, seperti pencucian peralatan dengan air bersih mengalir atau penggunaan bahan baku bersertifikat layak konsumsi.
Karena itu, menurut para ahli gizi, edukasi dan pendampingan berkelanjutan menjadi elemen penting.
Selain mengatur keamanan pangan, Kemenkes juga menekankan pembinaan penyusunan menu sesuai pedoman gizi seimbang. Para tenaga gizi di sekolah dan posyandu didorong untuk aktif melakukan edukasi kepada masyarakat, termasuk siswa, orang tua, dan pengelola dapur.
Pendekatan ini diharapkan menumbuhkan kesadaran bahwa makanan sehat tidak harus mahal, tapi harus aman.
Kegiatan pelatihan ini kini digerakkan dengan dukungan platform digital. Melalui LMS Kemenkes, tenaga gizi dan penjamah makanan dapat mengikuti pelatihan food safety, manajemen penyelenggaraan makanan, hingga simulasi penanganan KLB pangan.
Program MBG bukan sekadar program bantuan sosial, tetapi juga ujian besar terhadap tata kelola publik. Kegagalan menjaga keamanan pangan dapat berakibat fatal: bukan hanya bagi kesehatan penerima manfaat, tetapi juga terhadap legitimasi program di mata masyarakat.
ââ¬ÅKalau sampai ada kasus keracunan massal, kepercayaan publik bisa runtuh. Padahal program ini sangat strategis untuk masa depan anak-anak kita,ââ¬Â ujar Dian Puspitasari, pakar gizi masyarakat dari Universitas Indonesia.
Langkah Kemenkes Dinilai Tepat
Dian menilai, langkah Kemenkes sudah tepat dengan menegaskan standar keamanan pangan. Namun ia menekankan pentingnya pengawasan lintas sektor yang melibatkan pemerintah daerah, sekolah, puskesmas, dan masyarakat. ââ¬ÅKunci suksesnya ada pada sinergi dan konsistensi,ââ¬Â tambahnya.
Pada akhirnya, kebijakan ini bukan sekadar urusan teknis sanitasi, tetapi bagian dari membangun budaya kesehatan masyarakat. Kemenkes berharap keamanan pangan menjadi nilai yang tertanam di setiap lini penyelenggaraan MBGââ¬âmulai dari dapur sekolah, posyandu, hingga dapur umum lansia.
ââ¬ÅJika setiap orang paham tanggung jawabnya, risiko keracunan bisa ditekan seminimal mungkin,ââ¬Â ujar Kunta Wibawa.
Langkah Kemenkes ini juga sejalan dengan visi besar pemerintahan Presiden Prabowo yang menempatkan gizi dan kesehatan manusia sebagai fondasi utama pembangunan nasional. Program Makan Bergizi Gratis bukan hanya soal membagikan makanan, melainkan membangun masa depan bangsa yang sehat, produktif, dan berdaya saing.
Di ruang makan sederhana di sekolah dasar itu, anak-anak tertawa riang sambil menikmati nasi, lauk sayur, dan buah potong. Tak ada yang menyadari bahwa di balik setiap piring yang mereka santap, ada kerja panjang ribuan tenaga kesehatan, pengawas pangan, dan petugas gizi yang memastikan semuanya aman.
Mereka mungkin hanya menikmati makan siang gratis. Tapi bagi pemerintah dan tenaga kesehatan, setiap suapan adalah investasi masa depan.
Karena di balik setiap program besar negara, ada tanggung jawab kecil yang menentukan: memastikan makanan yang bergizi juga aman. Dan dari sanalah, masa depan bangsa ini bertumbuh ââ¬â perlahan, tapi pasti.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar