Foto: Unsplash
Schoolmedia News, Jakarta – Saat ini plastik sudah sangat lekat dengan kehidupan manusia dan sulit dipisahkan. Meskipun saat ini sudah ada upaya meminimalisir penggunaan plastik, seperti penggunaan tas belanja sebagai pengganti kantong plastik, tapi tetap saja masih banyak aspek lainnya yang menggunakan plastik. Seperti kemasan plastik di dalam rumah tangga.
Kemasan plastik rumah tangga ini ternyata juga memberikan dampak negatif bagi kesehatan khususnya anak-anak. BPA atau Bisphenol A adalah zat kimia tambahan untuk pembuatan kemasan plastik berbahan PVC (kode 3) dan PC (kode 7), untuk menghasilkan wadah yang kuat, transparan, dan tahan panas. Hal ini lah menjadi fokus dari Komnas Perlindungan Anak beberapa tahun terakhir.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, menyebut bahwa kurang lebih tiga tahun terakhir Komnas Anak fokus pada dampak penggunaan kemasan plastik di dalam rumah tangga. Arist, mengatakan, selalu mengingatkan kepada para ibu agar lebih berhati-hati dalam memilih produk, baik makanan maupun minuman, dengan kemasan plastik seperti botol minuman, tempat makan, bahkan kemasan galon isi ulang.
Baca juga: 3 Cara Cheat Day Agar Diet Tidak Berantakan
Menurut Arist dampaknya bukan hanya kesehatan, tapi juga menghambat pertumbuhan anak secara mental dan intelektual. Merasa khawatir akan hal tersebut Arist pun sempat mengingatkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) untuk mengawasi produk yang dikemas dengan kemasan plastik. Sebab, bahan pembuat plastik polikarbonat (kode no 7) adalah senyawa Bisphenol A yang lebih dikenal dengan sebutan BPA.
"BPA inilah salah satunya yang mengandung racun yang berbahaya bagi anak-anak. Terutama pada kemasan galon air isi ulang," kata Arist dalam keterangan resminya.
Dalam keterangan tersebut disebutkan bahwa yang banyak terdapat di pasaran diketahui merupakan kemasan galon isi ulang yang terbuat dari Polikarbonat yang mengandung BPA, dan Kemasan galon sekali pakai yang terbuat dari PET yang tidak mengandung BPA (BPA free).
Kendati sudah ada larangan penggunaan galon plastik yang mengandung BPA, kata Arist, tetap saja penggunaan galon plastik isi ulang masih tinggi. Ini yang patut diwaspadai. Padahal, sudah ada jenis galon yang menggunakan PET yang relatif lebih aman untuk dikonsumsi dan aman bagi kesehatan. Komnas Perlindungan Anak, merekomendasikan menghentikan penggunaan kemasan mengandung BPA setelah mengetahui beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa BPA, baik dalam bentuk aktif maupun inaktif, mampu menembus plasenta.
Baca juga: Sosok Yoshihide Suga, Perdana Menteri Jepang yang Pernah Jadi Supir Truk
Arist, mengatakan, di dalam penelitian tersebut disebutkan kalau BPA bebas yang telah menembus plasenta dan mencapai fetus, kebanyakan tetap berada dalam bentuk aktifnya. Sedangkan bila senyawa yang menembus plasenta adalah bentuk inaktifnya, senyawa tersebut dapat diubah kembali menjadi BPA bentuk aktif. Lebih lanjut penelitian tersebut menunjukkan bahwa fetus mempunyai kemungkinan tertinggi terpapar BPA melalui plasenta.
Di dalam rahim, paparan estrogen pada waktu yang tidak tepat dalam kadar yang melebihi atau kurang dari normal dapat menyebabkan efek merugikan terhadap perkembangan berbagai organ dan sistem, termasuk sistem reproduksi, perkembangan otak, kelenjar susu dan sistem imun. Sehingga, bayi mempunyai kemungkinan untuk terpapar BPA dari pada kelompok umur lainnya.
Hal senada disampaikan anggota DPR RI Komisis IX, Arzeti Bilbina Huzaimi S.E, dari Fraksi PKB. Menurut dia kemungkinan paparan zat kimia BPA tersebut bisa melalui botol-botol plastik yang dibawa anak-anak ke sekolah, juga dari air minum galon isi ulang yang ada di sekolah. Arzeti mengingatkan bahwa ancaman paparan lebih mengenai anak-anak sekolah yang setiap hari membawa botol plastik untuk kemudian diisi air di sekolah dari air galon isi ulang.
“Karena anak-anak sekolah butuh sekali minum, semua anak-anak diwajibkan menggunakan air (galon) isi ulang . Ada tempat pengisian air minum. Jadi, memang ini nih yang langsung harus ditarik, sehingga pemerintah langsung memberi ultimatum. Agar semua menjadi satu komando. Kepentingannya adalah untuk kesehatan anak-anak,” kata Arzeti.
Tinggalkan Komentar