Cari

13 Kabupaten Korban Banjir dan LOngsor, “Jalan Lumpuh, Laut Jadi Jalan: Tim BASARNAS Turun ke Medan Evakuasi Aceh–Sumut”


Schoolmedia News Jakarta — Ketika hujan lebat dan tanah longsor menyapu sejumlah wilayah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat—menutupi jalanan dengan lumpur tebal, merusak jembatan dan memutus akses darat—tim penyelamat tak punya banyak pilihan. Dengan langkah cepat, BASARNAS memilih membuka jalur baru: laut.

Sejak Kamis (27/11/2025), BASARNAS secara resmi mengerahkan personel tambahan dari berbagai kantor SAR di luar daerah untuk memperkuat operasi penyelamatan dan evakuasi korban. Armada laut, termasuk kapal-kapal negara milik SAR, disiagakan untuk membawa tim, peralatan, dan bantuan kemanusiaan ke titik-titik terdampak yang belum bisa dijangkau lewat darat. “Karena jalur darat beberapa titik masih terputus, kita mengerahkan dengan fasilitas laut, KN SAR kami sudah siaga,” ujar Kepala BASARNAS Mohammad Syafii dalam konferensi pers di Jakarta. 

Bagi banyak warga di pelosok Aceh dan Sumut, jalur darat yang normally menjadi denyut lalu lintas—pekerjaan, sekolah, pasar, rumah sakit—tiba-tiba lumpuh. Jembatan ambruk, jalanan tertutup longsoran, dan sungai meluap menenggelamkan pemukiman. Jalan darat tidak bisa dilewati. Listrik dan komunikasi pun ikut padam di banyak titik.

Dalam kondisi seperti itu, tim BASARNAS harus “bekerja dua kali lebih keras.” Dari Pelabuhan, kapal-kapal kecil dan besar berangkat ke desa-desa pesisir, desa tepi sungai, hingga daerah yang secara geografi sulit dijangkau lewat darat. Di dalam kabin kapal, petugas membawa perahu karet, perahu cepat, perlengkapan evakuasi, logistik darurat — air bersih, makanan, obat-obatan.

“Semua personel dari kantor SAR luar daerah, termasuk tim khusus dari pusat, kita gebrak malam ini juga,” kata Syafii. 

13 Kabupaten Banjir dan Longsong 

Bencana ini bukan sekadar banjir biasa. Data yang dihimpun dalam konferensi pers dan laporan awal menunjukkan bahwa dampak telah meluas ke 13 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Termasuk wilayah seperti kabupaten di Tapanuli, Mandailing Natal, serta daerah-daerah di pesisir Aceh. Di Aceh saja, sepuluh kabupaten/kota telah menetapkan status darurat. Sebanyak 1.497 warga dilaporkan mengungsi, dan dua orang dikonfirmasi meninggal dunia. 

Di banyak tempat, rumah rusak berat atau hanyut dibawa banjir; jembatan dan jalan penghubung antardesa runtuh atau tertimbun longsor. Pemerintah daerah pun kewalahan — akses perbekalan, suplai logistik, layanan medis terhambat. Bahkan distribusi bantuan lewat darat tidak mungkin dilakukan.

Sebagai respons, pemerintah provinsi setempat—misalnya di Sumut—menyiapkan bantuan logistik seperti beras, minyak goreng, makanan instan, dan barang kebutuhan pokok lain. Namun, untuk wilayah seperti pesisir atau tepi sungai yang terisolir, bantuan tersebut hanya bisa dikirim lewat laut atau udara. 

Evakuasi melalui laut bukan tanpa risiko. Cuaca tak menentu mengancam keselamatan tim SAR dan warga. Arus deras, material longsor di sungai, dan riak ombak membuat perahu karet rentan. Tak sedikit desa yang berada jauh dari pelabuhan. Koordinasi harus dilakukan cepat dan tepat.

Sementara itu, data korban, pengungsi, dan kerusakan infrastruktur terus diperbarui. Tim pencarian juga harus jeli — banyak korban belum sempat dievakuasi, atau belum melapor karena komunikasi terputus. Prioritas tetap di pemukiman yang terisolir dan rumah warga yang tertimbun longsor. 

Data Korban Terus Bertambah

Menurut Mohammad Syafii: “Kami berharap arus informasi dari masyarakat dan media massa dapat menjadi kepanjangan tangan kami untuk melaksanakan tugas, terutama di titik-titik bencana yang membutuhkan penanganan segera.” 

Di salah satu kamp pengungsian darurat di Aceh, seorang ibu muda menggenggam tangan anaknya dengan ketakutan. Kami tidak mendapatkan nama — tapi suaranya gemetar, khawatir tentang nasib rumah mereka. “Kami tidak tahu kapan bisa pulang. Jalan ke kampung sudah hancur,” katanya lirih.

Di kamp lain, seorang bapak paruh baya mencoba mengumpulkan barang seadanya — foto keluarga, dokumen — sisa dari rumah yang kini lenyap dalam hitungan jam. Ia menatap laut sambil berharap kapal SAR membawa beberapa potong kayu atau papan untuk mendirikan gubuk sementara.

Kepedihan tak hanya soal kehilangan rumah. Banyak keluarga kehilangan mata pencaharian — nelayan tak bisa melaut, petani tak bisa ke sawah, usaha kecil lumpuh. Anak-anak putus sekolah, orang tua kelaparan, dan penyintas trauma berat.

BASARNAS dan tim SAR bekerja tanpa henti. Petugas pembersihan jalan dibantu alat berat, warga bergotong-royong menyingkirkan material longsor, dan relawan membagikan logistik dasar. Namun, upaya ini tidak bisa berhenti di evakuasi dan pertolongan darurat.

Pemerintah daerah diharapkan mempercepat rehabilitasi infrastruktur, membuka kembali jalan penghubung, memulihkan komunikasi dan listrik, serta menyalurkan bantuan pemulihan rumah secepat mungkin. Suplai air bersih, layanan kesehatan, perlindungan psikososial untuk korban trauma juga menjadi kebutuhan mendesak.

Bagi banyak warga, laut hari ini bukan hanya rute evakuasi — tapi harapan — agar mereka bersuara, agar korban yang terisolasi ditemukan, agar harapan pulang ke rumah tak pupus dalam banjir dan longsor yang membabi buta.

Di tengah lumpur, ombak, dan reruntuhan, BASARNAS dan seluruh petugas penyelamat terus berjuang. Untuk mereka yang masih terisolir, untuk nyawa yang belum diketemukan, untuk harapan yang masih hidup. Tim Schoolmedia

Lipsus Selanjutnya
Empat Bulan Sekolah Rakyat: Menembus Putaran Data, Merawat Harapan Anak-Anak dari Keluarga Termiskin
Lipsus Sebelumnya
Program Magang Nasional Batch II Dimulai, 480 Peserta Resmi Bergabung

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar