Cari

Anak Dipukul Ibunya Hingga Memar, Pegiat Anti Kekerasan: Tetangga Jangan Cuek

Foto: Pixabay

 

Schoolmedia News, Sampit - Sekretariat Pegiat Anti Kekerasan Pada Perempuan dan Anak Kalteng Waskiat Sidik menegaskan bahwa masyarakat harus peduli satu sama lain, terutama bila terjadi kasus kekerasan pada anak.

Ia menegaskan hal ini terkait adanya aksi kekerasan yang dialami bocah inisial L (6) di Kabupaten Kotawaringin Timur, Sampit, Kalimantan Tengah (Kalteng). Menurutnya, peristiwa itu bisa dihindari apabila tetangga tidak cuek terhadap persoalan rumah tangga korban. 

Untuk diketahui korban L menderita memar dan patah tulang karena dipukul secara fisik dan dibentak oleh ibu kandungnya sendiri.

“Karena ada masanya anak sulit disuruh makan, tidur, dan belajar, itu hal yang lumrah tidak boleh dipukul secara fisik atau dibentak, tetapi cobalah dengan cara kelembutan dalam mendidik anak, maka secara perlahan anak akan menurut,” kata Sidik, Rabu, 27 Agustus 2020, seperti dilansir dari laman RRI.

 

Baca juga: Jokowi Dukung Sinergi Perguruan Tinggi dan Industri

 

Selain itu, ia juga heran dengan tetangga sekitar sampai tidak mengetahui peristiwa kekerasan tersebut, bahkan informasinya sebelum ibu korban kabur, anak tersebut diinjak perutnya dan dititipkan di sebuah warung makan. 

Padahal, menurutnya, untuk melindungi kalangan perempuan dan anak-anak ketika terjadi kekerasan, bukanlah ranah keluarga tetapi menjadi tanggung jawab bersama. 

Ia berharap masyarakat agar berani melaporkan segala bentuk kekerasan yang terjadi di hadapan dan di sekeliling mereka agar tidak ada lagi korban lain dari emosi orang terdekat sang anak.

 

Baca juga: Jelang PTM, Guru Atambua Sambangi Rumah Siswa

 

Sementara itu, psikolog muda di Palangka Raya, Karyanti mengatakan, maraknya aksi kekerasan pada perempuan dan anak, dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan orang tua dan lemahnya pengetahuan agama. Sehingga terkadang terjadi tindakan yang dilakukan di luar akal sehat, bahkan istri dan anak tega dianiaya. 

Hal itu, kata Karyanti, juga diperparah dengan kondisi perekonomian tidak menentu, seringkali mengubah mental seseorang menjadi buruk.

“Korban aksi kekerasan akan menimbulkan trauma mendalam, seperti yang dialami bocah 6 tahun di Sampit, dan untuk memulihkan kondisi seperti semula, maka diperlukan pendampingan oleh psikolog didampingi pihak keluarga terdekat, agar hilang rasa takutnya,” ujarnya.

Lipsus Selanjutnya
Akademisi: Kombinasi Pembelajaran Daring dan Luring Perlu Diterapkan
Lipsus Sebelumnya
Alih Fungsi, Kastil Ozu Tawarkan Sensasi Menginap ala Kerajaan Jepang

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar