Cari

KUHAP Baru Sah Jadi UU, Berlaku 2 Januari 2026


KUHAP Baru Disahkan: Upaya Panjang Reformasi Peradilan Pidana dan Janji Perlindungan Hak Warga

Schoolmedia News Jakarta == Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru, sebuah regulasi yang diklaim sebagai fondasi baru sistem peradilan pidana Indonesia. Aturan ini dijadwalkan mulai berlaku pada 2 Januari 2026—bertepatan dengan implementasi KUHP baru—menandai babak baru reformasi hukum yang disebut-sebut lebih modern, humanis, dan responsif terhadap kebutuhan zaman.

Di tengah sorotan publik, DPR menegaskan bahwa proses penyusunan KUHAP tidak dilakukan secara terburu-buru. Ketua DPR Puan Maharani, dalam konferensi pers usai Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (18/11), menepis pandangan bahwa pembahasan undang-undang ini berlangsung kilat. Ia menegaskan, prosesnya telah berjalan hampir dua tahun dan melibatkan banyak kelompok masyarakat.

“Undang-undang ini akan mulai berlaku nanti tanggal 2 Januari 2026,” ujar Puan. “Kurang lebih 130 masukan, kemudian sudah berkeliling ke Yogyakarta, Sumatra, Sulawesi, dan lain-lain. Banyak sekali masukan terkait dengan hal ini dari tahun 2023. Jadi prosesnya itu sudah panjang.”

Meski demikian, perjalanan panjang tersebut tidak sepenuhnya mulus. Puan mengakui adanya laporan dugaan pelanggaran dalam proses penyusunan KUHAP yang kini tengah ditangani Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Ia tidak merinci substansi laporan, namun menyebut pemrosesan di MKD sebagai bagian dari komitmen transparansi DPR.

KUHAP baru ini diklaim membawa perubahan substansial dalam praktik penegakan hukum di Indonesia. Regulasi tersebut memuat pengaturan lebih kuat mengenai perlindungan hak asasi manusia, mulai dari posisi tersangka, korban, hingga kelompok rentan seperti anak dan penyandang disabilitas.

Salah satu titik tekan yang banyak disorot adalah penguatan prinsip restorative justice, yang membuka ruang penyelesaian perkara secara dialogis antara pelaku, korban, dan komunitas. Pendekatan ini diharapkan menjadi alternatif atas proses hukum yang selama ini sering dianggap menumpuk perkara dan tak selalu adil bagi semua pihak.

Selain itu, perluasan objek praperadilan menjadi salah satu langkah penting. Dengan cakupan yang lebih luas, praperadilan bisa menjadi benteng baru terhadap praktik sewenang-wenang aparat, seperti penangkapan atau penahanan tidak sah, penyitaan yang tidak sesuai prosedur, hingga tindakan penyidikan lain yang berpotensi melanggar hukum.

Bagi banyak pemerhati hukum, langkah ini dipandang sebagai koreksi atas berbagai catatan kelam penegakan hukum. Masih segar dalam ingatan publik, bagaimana kelemahan dalam mekanisme pengawasan proses penyidikan kerap memunculkan ketidakadilan yang menimpa warga biasa—terutama mereka yang tak punya akses pada bantuan hukum memadai.

Di luar klaim pemerintah dan DPR, pembaruan KUHAP ini muncul di tengah kebutuhan mendesak untuk memperbaiki wajah sistem peradilan pidana Indonesia. KUHAP lama yang berlaku sejak 1981 dianggap tidak lagi mampu menjawab tantangan penegakan hukum modern, khususnya dalam menghadapi kejahatan digital, dinamika sosial, dan tuntutan agar negara lebih menghormati hak warga.

Keterlibatan publik yang disebut mencapai lebih dari seratus masukan menjadi modal penting untuk memperkuat legitimasi aturan baru ini. Namun, kritik tetap mengiringi, terutama terkait dugaan pelanggaran dalam proses penyusunannya yang kini diuji MKD.

Bagi sebagian kalangan, laporan tersebut menunjukkan bahwa reformasi hukum masih menghadapi rintangan dari dalam institusi itu sendiri. Meski demikian, DPR menegaskan bahwa pengesahan KUHAP merupakan langkah maju yang tak bisa ditunda.

Implementasi Tahun 2026

Dengan tenggat waktu lebih dari satu tahun sebelum diberlakukan, pemerintah dan aparat penegak hukum memiliki pekerjaan rumah besar. Mulai dari sosialisasi, penyusunan aturan turunan, hingga penyesuaian kerja aparat kepolisian, kejaksaan, serta lembaga peradilan agar bisa mengimplementasikan KUHAP baru sesuai semangat yang dicanangkan.

Pertanyaan masyarakat kini sederhana: apakah KUHAP baru ini benar-benar menjadi tonggak keadilan yang lebih bermartabat, atau justru menambah daftar regulasi yang jauh dari praktik?

Waktu, dan keberanian negara untuk konsisten, akan menjadi ujian sesungguhnya.

Tim Schoolmedia

Berita Sebelumnya
Indonesia AI Day For Higher Education, Dorong Kampus Percepat Transformasi Digital dan Cetak Talenta Masa Depan

Berita Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar