Schoolmedia News Lampung == Sabtu pagi, 18 Oktober 2025. Mentari baru saja menembus pucuk pepohonan di Jalan SoekarnoâHatta, Bandar Lampung, ketika halaman SMA Negeri 5 sudah penuh sesak oleh barisan guru berseragam putih-hitam. Di seberang kota, di SMA Negeri 9, suasananya tak jauh berbeda. Hingar percakapan pelan bercampur aroma kopi dari termos plastik, menjadi saksi dimulainya hajatan besar: Uji Kompetensi Guru (UKG) Provinsi Lampung 2025.
Sejak pukul 06.30, lebih dari dua ribu guru datang dari berbagai kabupaten dan kota di Bumi Ruwa Jurai. Mereka bukan hendak mengajar, melainkan diuji. Bukan di depan murid, melainkan di depan layar. Bukan menilai, tapi dinilai.
Ujian ini merupakan bagian dari program Pemetaan Kompetensi Guru SMA dan SMK yang digagas oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, dengan dukungan Balai Guru dan Tenaga Kependidikan (BGTK). Menggunakan platform Schoolmedia, seluruh peserta menjalani ujian berbasis daring secara serentakâsebuah langkah ambisius dalam digitalisasi evaluasi kompetensi tenaga pendidik.
Tepat pukul delapan, iring-iringan kendaraan dinas memasuki halaman SMAN 5. Dari dalam mobil, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal turun dengan langkah tenang, menyapa para guru yang tengah bersiap di depan ruang ujian.
âBagaimana soalnya, bisa mengerjakan dengan baik? Terus semangat ya, semoga nilainya nanti sesuai harapan kita semua,â katanya dengan nada bersahabat. Beberapa guru menyambut dengan senyum gugup. Sebagian bahkan menahan napas, antara bangga dan canggung.
Rahmat mengaku bangga karena pelaksanaan UKG tahun ini berlangsung tanpa hambatan teknis berarti. âIni membuktikan bahwa guru Lampung adaptif terhadap teknologi. Ujian digital seperti ini menandai kesiapan kita menghadapi era pembelajaran berbasis data,â ujarnya kepada wartawan.
Ia juga menegaskan, pelaksanaan UKG bukan sekadar kegiatan administratif, melainkan âcermin kemampuan profesionalâ para guru yang selama ini menjadi ujung tombak pendidikan di provinsi.
Berdasarkan panduan teknis, UKG 2025 melibatkan 2.610 guru dari seluruh kabupaten/kota, dengan pelaksanaan terpusat di dua lokasi utama: SMAN 5 dan SMAN 9 Bandar Lampung. Ujian terbagi menjadi dua sesiâpagi dan siangâdengan durasi 90 menit untuk aspek kepribadian, sosial, pedagogi, dan profesional.
Terdapat 14 mata pelajaran yang diujikan, mulai dari Matematika, Biologi, Fisika, Kimia, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, PPKn, Ekonomi, Sejarah, Sosiologi, Geografi, PJOK, Bimbingan Konseling, hingga TIK. Soal disusun oleh tim akademisi dari Universitas Lampung, UIN Raden Intan, dan Ganesha Operation, lalu diunggah ke server Schoolmedia.
âIni bukan mencari siapa yang paling pintar, tapi mencari peta paling jujur,â ujar Hendra Setiawan, Kepala BGTK Lampung. Menurutnya, hasil ujian akan menjadi kompas kebijakan pendidikan daerah, terutama dalam penyusunan program peningkatan kompetensi guru.
âKami ingin tahu di mana posisi sebenarnya para guru. Dari situ bisa disusun pelatihan yang tepat sasaran. Dinas Pendidikan dan BGTK akan kembali melakukan sinergitas dan kolaborasi untuk meningkatkan mutu guru di Provinsi Lampung dengan melakukan uji komptensi ini â
Dikatakan, sangat memungkinkan pihaknya akan mengembangkan uji kompetensi ini untuk seleruh jenjang pendidikan di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung.
30 Tahun Mengajar Kembali Ikuti Tes
Di ruang komputer SMAN 9, suasana hening tapi tegang. Bunyi ketikan dan klik mouse sesekali memecah keheningan. Di sudut ruangan, pendingin ruangan bekerja keras menyejukkan udara yang mengental oleh konsentrasi.
Di baris ketiga, duduk Suriati, guru Biologi dari Lampung Tengah. Tangannya gemetar saat pertama kali menekan tombol login. âDeg-degan, rasanya seperti kembali jadi murid SMA. Saya sudah 30 tahun mengajar namun baru kali ini kembali mengikuti ujian lagi,â ujarnya, tersenyum malu setelah ujian berakhir.
Suriati mengaku sempat khawatir menghadapi sistem ujian daring. âSaya biasa mengajar pakai papan tulis, bukan aplikasi,â katanya. Namun setelah mengikuti simulasi seminggu sebelumnya, ia mulai terbiasa. âTeknologi boleh maju, tapi guru juga harus ikut berlari. Kalau tidak, kita tertinggal oleh murid sendiri.â
Tak jauh darinya, Hadi Sutikno, guru Sejarah dari Metro, tampak lebih santai. Tapi setelah ujian, ia justru menatap layar lebih lama. âBanyak soal reflektif, bukan hafalan,â katanya. âBagus. Kami jadi dipaksa berpikir tentang bagaimana mengajar, bukan sekadar apa yang diajarkan.â
Menurutnya, UKG ini menjadi âalarmâ yang menyadarkan banyak guru untuk kembali belajar. âSering kali kami terlena dengan rutinitas. Ujian seperti ini memaksa kami membuka buku lagi, membaca literatur baru. Guru juga butuh disegarkan,â ujarnya.
Di balik kelancaran yang terlihat di ruang ujian, ada kerja teknis yang jauh lebih rumit. Di ruang kendali BGTK Lampung, layar besar menampilkan peta digital dengan ribuan titik hijauâtanda koneksi peserta yang aktif.
Rendy, pengawas teknis, sejak pagi sudah mondar-mandir memantau server. âTantangan terbesar kami adalah memastikan jaringan Schoolmedia tidak kolaps. Bayangkan, 2.600 pengguna serentak,â katanya.
Menurut Rendy, tim teknis bekerja nyaris tanpa tidur seminggu sebelumnya. Mereka menyiapkan simulasi daring, memastikan setiap sekolah memiliki cadangan jaringan, bahkan menyediakan server mirror untuk antisipasi gangguan. âKami tidak ingin konsentrasi guru terpecah karena kendala teknis,â ujarnya.
Dan hari itu, hasilnya memuaskan. Seluruh sesi berjalan stabil. Tak ada laporan gangguan jaringan signifikan.
Dinas Pendidikan Berikan Apresiasi
Di siang hari, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Thomas Americo, S.STP, M.H, memberikan pernyataan resmi. âSaya apresiasi tinggi kepada semua pihak yang telah bekerja keras. Guru, panitia, dan tim teknis telah menunjukkan profesionalisme luar biasa,â ujarnya.
Thomas menegaskan, hasil UKG bukan akhir dari proses, melainkan titik awal perbaikan. âKita tidak ingin berhenti di laporan. Dari hasil pemetaan ini, akan kita susun program penguatan berbasis kebutuhan nyata guru,â katanya.
Menurutnya, Dinas akan menggunakan hasil UKG sebagai dasar rencana tindak lanjut (RTL): menyusun pelatihan berbasis bidang studi, mentoring antarguru, dan peningkatan literasi digital di tiap kabupaten/kota. âGuru yang unggul akan menjadi motor pendidikan Lampung yang maju,â tambahnya.
Namun di balik keberhasilan teknis, muncul pertanyaan mendasar: apakah hasil UKG akan benar-benar diolah menjadi kebijakan nyata, atau hanya berhenti di arsip laporan?
Dalam wawancara dengan beberapa guru peserta, muncul nada skeptis. âDulu juga pernah ada pemetaan seperti ini. Tapi hasilnya tidak pernah kami tahu, tidak pernah ada tindak lanjut nyata,â ujar seorang guru Matematika dari Tanggamus yang enggan disebutkan namanya.
Kritik ini bukan tanpa alasan. Evaluasi guru di Indonesia kerap berakhir di data statistik tanpa dampak langsung ke peningkatan kompetensi. Padahal, seperti tercantum dalam Panduan Teknis, hasil pemetaan seharusnya menjadi dasar penyusunan pelatihan, evaluasi kurikulum, dan kebijakan kenaikan jabatan fungsional guru
Jika tidak diikuti langkah konkret, ujian semegah ini hanya akan menjadi seremoni digitalisasi tanpa substansi. Teknologi hanyalah alat, bukan tujuan. Guru butuh ruang belajar, bukan sekadar tes.
Problem Solving Kedepan
Untuk menjawab kritik itu, sejumlah ahli pendidikan merekomendasikan model penguatan berkelanjutan berbasis data UKG. Misalnya, guru dengan nilai rendah di aspek pedagogi bisa mengikuti pelatihan microteaching daring. Guru yang lemah di kompetensi profesional bisa diarahkan mengikuti coaching dengan mentor bidang studi.
BGTK juga dapat mengubah Schoolmedia menjadi portal pembelajaran berkelanjutan, bukan sekadar platform ujian. Di sana, guru bisa mengakses modul, berbagi praktik baik, hingga melakukan refleksi bersama. Dengan demikian, UKG menjadi pintu masuk menuju ekosistem pembelajaran guru yang adaptif dan partisipatif.
âKalau ini bisa dilakukan, maka Lampung akan jadi model pengembangan kompetensi berbasis data di Indonesia,â kata Hendra Setiawan optimistis.
Di tengah semangat digitalisasi, UKG 2025 sebenarnya membawa pesan yang lebih dalam: reposisi peran guru di era pembelajaran adaptif. Dalam panduan teknis disebutkan bahwa ujian tidak hanya mengukur pengetahuan, tetapi juga dimensi sosial dan kepribadian. Artinya, guru tidak sekadar pintar mengajar, tapi juga harus mampu berinteraksi, berempati, dan berinovasi di ruang kelas yang terus berubah.
Bagi banyak peserta, ujian ini menjadi refleksi diri. âSelama ini kita sering lupa belajar karena sibuk mengajar,â kata Suriati. âHari ini, saya merasa seperti diingatkan kembali: sebelum menjadi pengajar yang baik, kita harus menjadi pembelajar yang rendah hati.â
Menjelang tengah hari, satu per satu guru keluar dari ruang ujian. Sebagian menatap layar ponsel, memeriksa pesan dari keluarga. Sebagian lain duduk di bawah pohon, melepaskan napas panjang.
Ujian telah selesai, tapi pekerjaan baru saja dimulai. Di tangan Dinas Pendidikan kini tersimpan data besar tentang kompetensi guru di seluruh Lampungâpeta yang bisa menjadi dasar kebijakan cerdas, jika benar-benar dibaca dan ditindaklanjuti.
Jika tidak, maka yang tersisa hanyalah jejak klik dan file laporan yang mengendap di server. Tapi jika dimanfaatkan dengan bijak, UKG 2025 akan menjadi tonggak baruâbukan sekadar bukti kesiapan digital, melainkan langkah strategis menuju Lampung sebagai provinsi dengan guru paling adaptif dan reflektif di Indonesia.
Dan di pagi yang hangat di SMAN 5 dan SMAN 9 itu, mungkin untuk pertama kalinya, ribuan guru di Lampung menyadari: bahwa menjadi pendidik bukan hanya mengajar murid memahami dunia, tapi juga mengajari diri sendiri untuk terus tumbuh di dalamnya.
Peliput : Rendy, Yuma, Rini
Penyunting : Eko B Harsono
Tinggalkan Komentar