KPAI Desak Pemerintah Evaluasi Total Program MBG, Soroti Maraknya Kasus Keracunan Anak
Schoolmedia JAKARTAâMaraknya kasus keracunan makanan yang menimpa anak-anak peserta program Makanan Bergizi Gratis (MBG) menuai keprihatinan serius dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
KPAI mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi total terhadap program ini, bahkan mengusulkan penghentian sementara hingga sistem pengawasan yang kuat terbangun.
Dengan tegas KPAI menilai satu kasus keracunan adalah terlalu banyak.
Menurut Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, satu saja kasus anak yang mengalami keracunan sudah dianggap sebagai masalah yang signifikan.
"Satu kasus anak yang mengalami keracunan bagi KPAI sudah cukup banyak. Artinya pemerintah perlu evaluasi menyeluruh program MBG," tegas Jasra.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa KPAI melihat setiap insiden keracunan sebagai kegagalan sistemik yang tidak bisa diabaikan.
Usulan Penghentian Sementara dan Pembentukan Badan Pengawasan
Melihat tren kasus yang terus meningkat, KPAI mengusulkan agar program MBG dihentikan sementara.
Usulan ini bertujuan memberikan waktu bagi pemerintah, khususnya Badan Gizi Nasional (BGN), untuk menyusun dan menerapkan instrumen panduan serta mekanisme pengawasan yang efektif.
"Mungkin kita tidak terlalu tahu, apa yang terjadi di dalam. Tapi dari jumlah korban, data, dan peristiwa kita tahu ada yang tidak terkontrol," papar Jasra.
KPAI meyakini, penghentian sementara ini akan menjadi kesempatan untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap seluruh aspek program, mulai dari pencapaian, penjangkauan, hingga kualitas makanan yang disajikan.
Jasra menekankan pentingnya "mengerem sejenak, lihat lagi kondisi, antisipasi dan pengawasan" guna memastikan keselamatan anak-anak.
Data Kasus dan Fakta Penyimpangan
Laporan dari berbagai organisasi masyarakat sipil (OMS) menguatkan kekhawatiran KPAI. Beberapa OMS, seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat lonjakan kasus keracunan yang diduga berkaitan dengan program MBG.
Laporan YLKI: Dalam tiga bulan terakhir, YLKI menerima lebih dari 20 laporan kasus keracunan massal yang melibatkan anak-anak sekolah dasar dan PAUD di berbagai wilayah. Kasus-kasus ini memiliki pola serupa: anak-anak mengalami mual, pusing, muntah, dan diare setelah mengonsumsi makanan dari program MBG.
Temuan IDAI: IDAI mengindikasikan bahwa beberapa kasus keracunan menunjukkan indikasi kontaminasi bakteri, seperti E. coli dan Salmonella, yang seringkali disebabkan oleh penanganan makanan yang tidak higienis atau penyimpanan yang tidak tepat.
Fakta Penyimpangan: Dugaan penyimpangan juga muncul dari beberapa temuan di lapangan. Beberapa organisasi menemukan bahwa bahan baku makanan yang digunakan tidak selalu sesuai standar, bahkan ada dugaan penggunaan bahan kedaluwarsa.
Selain itu, kurangnya pengawasan sanitasi di dapur-dapur penyedia makanan menjadi salah satu faktor utama yang disoroti.
Kebutuhan Petugas Khusus untuk Kesehatan Anak
Untuk mengatasi masalah ini, KPAI juga mengusulkan adanya petugas khusus yang bertanggung jawab memonitor kesehatan dan keselamatan anak-anak dalam program ini.
Petugas ini diharapkan memiliki kesadaran dan kepekaan tinggi terhadap masalah kesehatan anak, terutama dalam penanganan kasus keracunan makanan di usia PAUD yang rentan. Hal ini akan memastikan penanganan yang lebih cepat dan perhatian yang lebih intensif bagi para korban.
KPAI berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk menindaklanjuti rekomendasi ini, memastikan program MBG yang sejatinya bertujuan baik tidak justru membahayakan anak-anak.
Pembentukan Badan Pengawasan
âMelihat tren kasus yang terus meningkat, KPAI mengusulkan agar program MBG dihentikan sementara hingga instrumen panduan dan pengawasan yang kuat dibuat oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
Jasra menilai, penghentian sementara ini penting untuk "mengerem sejenak" dan melakukan evaluasi mendalam. Ia meyakini, dengan banyaknya korban dan data yang ada, jelas ada sesuatu yang tidak terkontrol dalam program ini.
âUntuk memastikan penanganan yang lebih baik, KPAI juga berpendapat perlu ada petugas khusus yang memonitor kesadaran dan kepekaan masalah kesehatan anak. Hal ini diharapkan bisa memberikan perhatian lebih dan penanganan yang cepat, terutama bagi kasus keracunan pada anak-anak usia PAUD.
âData Kasus dan Penyimpangan Bertambah
âKekhawatiran KPAI diperkuat oleh laporan dari berbagai organisasi masyarakat yang mencatat peningkatan drastis kasus keracunan.
âJaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI)
JPPI mencatat setidaknya ada lebih dari 5.360 anak mengalami keracunan pascakonsumsi MBG sejak program ini resmi dimulai pada 6 Januari 2025. Data ini dirilis JPPI per medio September 2025.
JPPI menduga jumlah korban keracunan yang sebenarnya jauh lebih besar, karena banyak sekolah dan pemerintah daerah memilih untuk menutupi kasus.
JPPI menyebut tragedi MBG ini sebagai 'darurat kemanusiaan nasional' dan menegaskan bahwa insiden berulang ini bukan lagi sekadar kesalahan teknis, melainkan bukti kegagalan sistemik dan tata kelola yang dikoordinasikan oleh BGN.
âInstitute for Development of Economics and Finance (INDEF)
Pada 4 September 2025, INDEF mencatat ada lebih dari 4.000 korban keracunan MBG selama delapan bulan pertama pelaksanaannya. Selain kasus keracunan, INDEF juga menyoroti maraknya temuan menu MBG yang tidak sesuai standar, baik dari segi bentuk, kelayakan, hingga kandungan gizi.
âAtas dasar data dan fakta tersebut, JPPI meminta Presiden dan BGN tidak lagi menutup mata terhadap tragedi yang terus berulang. Mereka menekankan bahwa slogan 'zero incident' tidak relevan di tengah insiden keracunan yang meluas di berbagai daerah.
Peliput Eko Harsono
Tinggalkan Komentar