Cari

Peringatan Hari Anti TPPPO, Keberpihakan Pada Korban Jadi Prioritas



Schoolmedia News Jakarta === Dalam rangka memperingati Hari Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menegaskan komitmennya dalam memperkuat sinergi nasional lintas sektor serta mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mencegah dan menangani TPPO, khususnya yang menimpa perempuan dan anak.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi dalam acara Talkshow Nasional ‘Darurat Perdagangan Orang, Bersama Perangi Kejahatan Kemanusiaan’ di DPR RI, Senayan, Jakarta,  menegaskan bahwa TPPO merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan.

“TPPO adalah bentuk kejahatan luar biasa yang secara fundamental merampas harkat, martabat, dan kebebasan individu. Dalam praktik TPPO, manusia diperlakukan layaknya komoditas yang dapat diperdagangkan demi keuntungan ekonomi, tanpa mempedulikan hak asasi dan perlindungan hukumnya,” tegas Menteri PPPA, Arifah Fauzi.

Menteri PPPA mengatakan pendekatan yang berperspektif korban harus menjadi inti dari setiap kebijakan dan tindakan. “Kita wajib berpihak pada mereka, memastikan bahwa setiap upaya penanganan berorientasi pada pemulihan dan pemenuhan hak-hak mereka,“ tutur Menteri PPPA.

Menteri PPPA menjelaskan TPPO bukan hanya persoalan domestik yang dihadapi Indonesia, tetapi juga merupakan isu global yang kompleks, karena melibatkan jaringan kejahatan terorganisir berskala besar.

“Sindikat ini kerap beroperasi lintas provinsi bahkan lintas negara, menjadikan penanganan dan pencegahannya sangat menantang serta memerlukan kerja sama multilateral yang kuat dan terpadu di tingkat nasional maupun internasional.

Menteri PPPA juga memaparkan beberapa modus TPPO saat ini yang terus mengalami perkembangan, diantaranya perekrutan sebagai pekerja dan Pekerja Migran Indonesia (PMI), pengantin pesanan atau kawin kontrak, magang di luar negeri, eskploitasi anak, eksploitasi seksual, hingga pengadopsian bayi dengan proses yang tidak benar.

Sejalan dengan itu, Wakil Menteri PPPA Veronica Tan menambahkan saat ini Kemen PPPA tengah memperkuat layanan Call Center Sapa 129 dengan ticketing system untuk memaksimalkan pengaduan termasuk TPPO dan mencegah kemungkinan terjadinya trauma berulang bagi korban.

“Kami sedang mencoba integrasi ticketing system agar sistem laporan yang masuk bisa online, sehingga saat melapor nanti korban tidak harus berkali-kali menceritakan kekerasan yang dialami pada tiap tingkatan pemberi layanan. Saat ini sedang tahap uji coba bekerjasama dengan stakeholder dan mitra Kemen PPPA. Tentu ini membutuhkan kolaborasi mulai dari Posbakum (Pos Bantuan Hukum), aparat penegak hukum dan semua pihak termasuk daerah,” jelas Wamen PPPA.

Wamen PPPA juga menjelaskan Kemen PPPA tengah mendorong penciptaan care economy (ekonomi perawatan) untuk dapat menjadi solusi dari hulu ke hilir dalam mencegah TPPO. Care economy dinilai dapat mencegah terjadinya praktik perdagangan orang dengan mendorong peningkatan kemampuan melalui sertifikasi dan legalitas, sehingga dapat memberikan rasa aman dan perlindungan bagi pekerja dalam bidang-bidang perawatan (care worker) baik di dalam maupun luar negeri.

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Asep Nana Mulyana menyebut bahwa perlu adanya reformasi paradigma terkait penanganan TPPO di Indonesia dengan mengdepankan pendekatan victim-centered approach atau pendekatan berperspektif korban. Hal ini didasarkan pada argumen bahwa penegakan hukum terkait TPPO masih belum optimal dan cenderung mengakibatkan hak-hak korban terabaikan.

“Jujur saya katakan penegakan hukum terkait TPPO masih belum maksimal mengingat berbagai kekurangan dan keterbatasan yang ada. Kita fokus masih pada orang saja, pada penindakan pelaku saja, dan menempatkan korban sebagai alat bukti saja begitu selesai, kemudian ditinggalkan. padahal penanganan pasca kejahatan itu juga penting untuk memulihkan (korban), tapi memang bukan pekerjaan mudah.

Maka saya bilang konsep victim impact sector (pendekatan kebijakan dan program yang berfokus pada dampak yang dialami korban serta kehadiran negara dan lembaga dalam menangani hal tersebut) perlu dikembangkan bersama lembaga pemerintah, Negara, dan filantropi,” jelas Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Asep Nana Mulyana.

Ketua Jaringan Nasional (Jarnas) Anti Perdagangan Orang, Rahayu Saraswati D. Djojohadikusumo menegaskan bahwa Peringatan Hari TPPO ini merupakan bagian dari upaya terus menerus untuk menyuarakan suara dari mereka-mereka yang tidak terdengar suaranya.

Menurut Saras, realitanya banyak yang tidak tahu bahwa kasus-kasus TPPO ini ada dan terus berjalan. Pihaknya juga saat ini tengah mempersiapkan pengajuan revisi atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

“Saya mau mengingatkan karena ini TPPO sudah darurat, permasalahan perdagangan orang sangat banyak di Indonesia. Di dalam tanah air kita itu ada banyak, tidak hanya di lingkup lintas negara. Saat ini kami tengah menggodok revisi Undang-Undang TPPO, ini penting karena UU yang ada saat ini dan berlaku itu sejak tahun 2007, sudah lama sekali. Harus kita sesuaikan dengan realita yang kita hadapi selama beberapa tahun belakang ini,” ujar Ketua Jaringan Nasional (Jarnas) Anti Perdagangan Orang, Rahayu Saraswati D. Djojohadikusumo. 

Dalam kegiatan Talkshow Nasional ‘Darurat Perdagangan Orang, Bersama Perangi Kejahatan Kemanusiaan’ di DPR RI, turut dihadiri dan memberikan statemen Marince Kabu penyintas TPPO dan kekerasan di luar negeri, Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia Hariyanto Suwarno, dan Jurnalis Senior Kompas Sonya Hellen selaku moderator.

Tim Schoolmedia

Berita Selanjutnya
Kemendikdasmen, BPIP dan Kemenag Integrasikan Nilai Pancasila ke Seluruh Mata Pelajaran
Berita Sebelumnya
Indonesia-Malaysia Sepakat Perkuat Pendidikan Anak Migran

Berita Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar