Schoolmedia News Jogyakarta === Tangis seorang bayi perempuan menggema di ruang bersalin. Eny Nawangsih menanti dengan harap sang putri, Eifie, dibersihkan oleh bidan. Saat Eifie dibaringkan di sebelahnya, Eny tercekat. Sarung tangan bayi sebelah kanan yang telah ia siapkan tidak dikenakan, hanya diletakkan di sisi tempat tidur. âBu, kata bidan, ada kekurangan pada tangan Eifie,â ucap suaminya, Mochamad Farid, lirih di hari Minggu, 23 Juli 2006.
Perasaan Eny campur aduk. Dengan penghasilan sang suami sebagai tukang kayu, kekhawatiran menyergap: mampukah mereka membesarkan putrinya dengan sebaik-baiknya?
Namun, di tengah rasa cemas, dukungan keluarga mengalir. Tak perlu ada yang disalahkan, keluarga besarnya memberi dukungan m, putrinya hadir selayaknya rezeki. âMembawa banyak hikmah di bulan Juli, makanya diberi nama Eifie Julian Hikmah,â kenangnya.
Eifie tumbuh menjadi anak yang cerdas dan ceria. Ia sempat jadi perhatian anak-anak di lingkungannya karena disabilitas daksa yang ia miliki. Kondisi ini menyebabkan keterbatasan fungsi tangan kanannya.
âTangannya putul, tangannya putul,â kenang Eny, mengingat teriakan polos anak-anak kecil dari balik pagar. Meski Eifie cukup percaya diri, di momen-momen seperti itu, air matanya tetap jatuh.
âSetiap kali mengaji, saya tunggu di samping masjid. Anak yang mengejek saya cari, saya tegur baik-baik supaya berhenti. Yang lihat-lihat dari pagar juga saya usir,â ucap Eny saat ditemui di kediamannya di Jamsaren, Kediri, Jawa Timur, Minggu (2/8).
Saat akan masuk SD, Eny dihadapkan pada dua opsi: menyekolahkan Eifie di SLB atau di SD negeri dekat tempat tinggalnya. âTidak ada masalah,â kata gurunya saat itu.
Benar saja, kondisi disabilitasnya tidak menghalangi langkah akademik Eifie. Ia meraih peringkat pertama dari kelas 1 hingga 6 SD. Mentalnya tumbuh dan terus menguat seiring waktu.
Saat ditanya bagaimana ia membangun rasa percaya diri, Eifie menjawab, âDengan keadaan seperti ini, aku masih bisa beraktivitas, berprestasi, dan belajar dengan baik. Jadi, buat apa harus dengerin omongan orang? Lebih baik percaya sama kemampuanku sendiri.â
Terjun ke Lintasan Atletik
Eifie masih ingat jelas pertemuannya dengan Pak Karmani, pelatih pertamanya yang juga berjualan es krim keliling. Seperti anak-anak lain, Eifie mampir membeli jajan. Alih-alih hanya menjajakan es, Pak Karmani justru menawarinya ikut latihan. âTernyata sejak saya kelas 1 SD beliau sudah memperhatikan, tapi baru minta izin ke orang tua saat saya kelas 3,â cerita Eifie yang kini berusia 19 tahun.
Dunia atletik sebetulnya asing baginya. Satu-satunya olahraga atletik yang ia tahu hanya lari. Bahkan saat mulai latihan pun, ia hanya mengenakan sepatu sekolah seadanya. âIbu sempat khawatir dengan biaya, tapi ternyata tidak perlu beli seragam atau bayar iuran apa pun,â tambahnya.
Selang beberapa bulan berlatih, Eifie diikutkan pada kompetisi pertamanya. Ia mendapat bantuan Rp200.000 untuk membeli sepatu paku. Namun, harga di toko ternyata jauh lebih mahal. Ayahnya kala itu hanya memiliki tabungan Rp150.000, sementara sang ibu membawa Rp19.000. âTunggu di sini dulu,â kata ayahnya sebelum pergi mencari tambahan. Entah bagaimana caranya, beliau kembali membawa sisa uang yang dibutuhkan. Sepatu paku pertama Eifie akhirnya terbeli.
Hasilnya tak sia-sia. Di kompetisi perdananya, Eifie meraih juara kedua untuk nomor lari 200 meter pada Kejuaraan Walikota Cup Surabaya Se-Jawa Timur. Sekolah bahkan memasang banner ucapan selamat untuknya.
Sejak saat itu, ia semakin rajin berlatih, tiga kali seminggu di sela-sela kegiatan belajar. Dari lomba antarpelajar tingkat daerah hingga kejuaraan nasional, ia terus berlari. Tak hanya di lintasan 100, 200, atau 400 meter, ia juga menjajal lompat jauh dan tolak peluru.
Meski begitu, perjalanan tidak selalu mulus. Eifie mengaku, tantangan terberat bukan hanya lawan tanding, tetapi dirinya sendiri. Ia kerap merasa gugup menjelang lomba. Meski sudah pemanasan, tubuhnya bisa tiba-tiba kaku saat start. Pernah, di kejuaraan provinsi, ia kehilangan fokus dan gagal mendengar aba-aba. âPernah juga, sisa 50 meter, aku malah melambat. Harusnya bisa dapat perunggu, tapi tersalip, dan selisih waktunya cuma 0,0 detik. Nangis waktu itu,â kenangnya.
Ujian kian berat ketika ayahnya meninggal dunia, sebulan sebelum Pekan Paralimpiade Provinsi Jawa Timur 2024. Saat itu, mentalnya belum pulih. Di ajang ini, ia tak mendapat emas. Eifie sempat khawatir gagal melangkah ke ajang nasional. Terlebih, ini merupakan impian ayahnya. âDulu suka marah kalau ayah telat sedikit jemputnya, padahal ayah juga capek. Sekarang aku mikir, kenapa ayah nggak nunggu sampai aku ada di titik ini,â ucapnya sedikit bergetar.
Tekanan dan rasa kehilangan memberinya banyak pelajaran. Debutnya di Pekan Paralimpiade Nasional 2024 dilalui dengan susah payah. Dua nomor awal berakhir tanpa medali. âTakut nggak bawa pulang apa-apa,â ujarnya mengingat momen itu. Syukurlah, di nomor 400 meter, ia bangkit dan menyabet perunggu.
âKompetisi di Palembang (Pekan Paralimpik Pelajar Nasional 2023) juga berkesan buatku. Ternyata aku bisa lompat jauh dan malah bawa pulang emas dari sini,â katanya sambil tersenyum.
Meraih Asa Kuliah di Perguruan Tinggi
Sejak SMP, Eifie bertekad harus kuliah. Harapan itu tidak datang tiba-tiba, melainkan tumbuh dari cerita almarhum ayahnya yang sempat menempuh pendidikan tinggi, tetapi harus terhenti di tengah jalan karena kendala biaya. Keinginan untuk kuliah pun semakin menguat saat ayahnya berpulang. Eifie merasa perlu menuntaskan mimpi sang ayah yang tertunda. Ia ingin menunjukkan bahwa ia bisa mengenyam pendidikan tinggi, bahkan di kampus terbaik.
Bagi anak kedua dari empat bersaudara ini, orang tuanya saling melengkapi. Sang ayah merupakan sosok yang mengalir dan mendukung minat dan bakat anak-anaknya, termasuk saat Eifie mulai menekuni olahraga atletik. Sementara itu, ibunya hadir sebagai penyeimbang, yang sejak ia kecil selalu menekankan pentingnya pendidikan. Satu hal yang selalu Ibunya ingatkan, âSekolah nomor satu. Jadilah orang pintar, tapi kalau sudah pintar, ojo minteri uwong.â
Awal ketertarikannya pada Universitas Gadjah Mada bermula secara tak sengaja. âWaktu itu lihat video PPSMB Palapa di media sosial. Aku langsung bilang mau kuliah di UGM, pakai almamater karung goni, dan nyanyi lagu PPSMB (Pionir saat ini),â kenangnya. Sejak saat itu, impian masuk UGM menjadi salah satu target pribadinya.
Namun, jalan menuju kampus impian penuh dengan rintangan. Ia sempat gagal di jalur SNBT, lalu kembali ditolak di UM UGM CBT. Ketika pengumuman PBU tiba, Eifie tidak berani membukanya. âUdah ketampar kalimat âmaaf, belum diterimaâ berkali-kali. Sebelum buka pengumuman, aku minta maaf ke Ibu kalau gagal lagi,â ceritanya.
Atas dorongan ibunya, ia pun membuka pengumuman. Dan kali ini, kabar baik datang. Ia diterima di Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. âLangsung peluk Ibu. Nangis banget,â ucapnya haru.
Pilihan Akuntansi bukan asal ambil. Ketertarikannya pada pelajaran ini tumbuh sejak bersekolah di SMAN 2 Kediri, berkat cara mengajar gurunya yang menyenangkan. Bersama teman kelasnya, ia kerap berebut maju ke papan tulis untuk menjawab soal. Setelah melalui sholat istikharah dan berbagai pertimbangan, ia mantap memilih jurusan ini. âHarapannya, nanti bisa jadi akuntan atau auditor di perusahaan yang menjanjikan atau melanjutkan karier sebagai paraatlet,â harapnya.
Kini, sebagai mahasiswa UGM yang diterima melalui jalur PBUTM, Eifie bersyukur bisa berkuliah tanpa harus membebani ibunya. âSubsidi UKT 100% dari UGM sangat meringankan jalanku ke depan,â ucapnya penuh syukur.
Selain fokus kuliah, Eifie ingin aktif berorganisasi, ikut berbagai lomba, hingga menjajal program magang. Dengan status sebagai mahasiswa UGM, ia ingin mengoptimalkan setiap peluang yang ada sebaik-baiknya.
Eifie juga bertekad untuk tidak meninggalkan dunia atletik. Ia tetap akan berlatih tiga kali seminggu dengan meminta program latihan mandiri kepada pelatih. Ia sadar kini harus lebih pandai membagi waktu agar mimpi untuk bertanding di ajang internasional tidak berhenti sebagai angan-angan. âAku mau mecahin rekor pribadi dan ngalahin lawan-lawan yang selama ini susah dikalahkan,â tuturnya bersemangat.
Ketika ditanya pesan untuk anak muda lainnya, Eifie menekankan pentingnya menjadi seseorang yang berpendidikan. Menurutnya, pendidikan membantu seseorang memiliki prinsip dan mampu mengambil keputusan dengan lebih bijak. Semua itu bisa dimulai dengan menggali minat dan bakat, lalu mengembangkannya dari hal-hal sederhana di sekitar. âNggak usah dengerin omongan orang yang menjatuhkan. Semua punya waktunya masing-masing,â pungkasnya.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar