Cari

Pakar: Media Sosial Jadi Penentu Aspek Penilaian Rekrutmen

Aplikasi media sosial, Foto: Pixabay

 

SCHOOLMEDIA NEWS, Jakarta - Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC, Pratama Persada mengatakan, kasus viralnya calon Taruna TNI berinisial EZA menjadi pelajaran berharga bahwa penggunaan media sosial juga menjadi salah satu aspek penilaian dalam rekruitmen kerja ataupun pendidikan.

"Ini menjadi hal yang menarik karena media sosial kini menjadi salah satu aspek penilaian dalam perekrutan kerja atau pendidikan," kata Pratama di Jakarta, Kamis, 8 Agustus 2019.

Pratama menyebutkan, di luar isu EZA, memang masyarakat sebaiknya menjadikan media sosial sebagai tempat silaturahim. Di sisi lain, kata Pratama, ternyata banyak juga lembaga dan perusahaan yang menjadikan media sosial dan Google sebagai "tools" atau perangkat untuk melakukan "profiling".

Menurut Pratama, EZA mendadak viral di media sosial dan media massa lantaran pemuda berusia 18 tahun itu berdarah blasteran Perancis-Indonesia yang dinyatakan lolos menjadi Taruna Akademi Militer (Akmil) Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pemuda itu pun dikabarkan terindikasi sebagai simpatisan organisasi terlarang di Indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

 

Baca juga: WNI Keturunan Perancis Ikuti Pendidikan Integrasi Akademi TNI

 

Informasi terkait EZA ini hingga sekarang masih simpang siur. Terkait hal ini, Kapuspen TNI sendiri meyakini bahwa EZA tidak terpapar radikalisme.

"Tentu TNI telah memiliki sistem seleksi yang ketat terhadap para calon taruna. Mulai dari tes tertulis, wawancara hingga mungkin profiling di media sosial," kata Pratama.

Untuk itu, Pratama melanjutkan, masyarakat perlu menunggu informasi resmi dari pihak TNI tentang kepastian apakah EZA benar-benar terpapar HTI atau tidak.

"Apabila EZA terpapar HTI, maka sudah sepantasnya EZA diberhentikan. Karena di Indonesia HTI sudah dikategorikan sebagai organisasi terlarang," kata Pratama.

Namun, Pratama menegaskan, apabila ternyata EZA tidak ada sangkut pautnya dengan HTI, maka penyebar berita ini perlu diklarifikasi.

"Apabila hal ini diketahui sebagai 'hoax' atau berita palsu, maka penyebar berita ini dapat terjerat dengan UU ITE," kata Pratama.

Ia memang tidak menampik adanya foto EZA sedang naik gunung membawa bendera lafas kalimat tauhid. Namun, yang menjadi perdebatan netizen adalah apakah itu bendera HTI atau bukan.

"HTI memang di setiap acara dan aksi selalu membawa bendera serupa, namun banyak juga umat Islam di luar HTI yang menjadikan bendera tersebut sebagai atribut, baik di pesantren maupun di sekolah. Karena itu perlu penjelasan lebih dalam dari MUI soal bendera tersebut," kata Pratama.

 

Baca juga: Menteri Yohana: Tidak Ada Kabupaten Layak Anak di Papua

 

Taruna Akmil keturunan Indo-Perancis, EZA, sempat menarik perhatian Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan videonya viral di media sosial setelah diajak berbicara bahasa Prancis oleh Panglima.

EZA diketahui fasih berbicara empat bahasa yakni bahasa Perancis, Inggris, Arab dan Indonesia. Ia lahir di Perancis, namun, ia sudah pindah ke Indonesia pada usia 13 tahun setelah ayahnya meninggal dunia. Ia pun sudah memiliki status WNI.

Ia diduga terpapar gerakan HTI yang diketahui dari salinan gambar media sosial Facebook.

Lipsus Selanjutnya
PBB Apresiasi Upaya Indonesia Bangun Jaringan Kemanusiaan
Lipsus Sebelumnya
Menteri Yohana: Tidak Ada Kabupaten Layak Anak di Papua

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar