Cari

753 Tewas, 650 Hilang Akibat Banjir Sumatera: Distribusi Bantuan Tembus Aceh Tamiang



SCHOOLMEDIA JAKARTA Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sebagian besar wilayah Sumatera sejak akhir November 2025 telah menelan korban jiwa dalam jumlah yang masif, dengan data terakhir mencatat 753 orang meninggal dunia dan 650 orang lainnya dinyatakan hilang. Korban-korban ini merupakan bagian dari bencana hidrometeorologi yang menerjang tiga provinsi sekaligus: Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar).

Di tengah krisis kemanusiaan berskala besar ini, Kementerian Sosial (Kemensos) Republik Indonesia harus mengerahkan upaya luar biasa, termasuk menggunakan armada kapal dan helikopter, demi menembus wilayah-wilayah yang masih terisolasi total, salah satunya di Kabupaten Aceh Tamiang.

Menurut data Rekapitulasi Terdampak Bencana dari Dashboard Penanganan Darurat Banjir dan Longsor Sumatera Tahun 2025 oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Rabu (3/12/2025) pagi, angka korban meninggal dunia yang mencapai 753 jiwa dan 650 korban hilang tersebut menjadi cerminan betapa parahnya dampak bencana ini.

Selain itu, tercatat sebanyak 2.600 warga mengalami luka-luka, menambah daftar panjang penderitaan yang harus ditanggung jutaan penduduk di Sumatera. Bencana alam ini telah menyebar di 50 kabupaten/kota, mengakibatkan ribuan rumah rusak, fasilitas umum lumpuh, dan ratusan ribu warga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Menteri Sosial, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), dalam keterangan resminya, menegaskan bahwa Kemensos memberikan atensi khusus terhadap penanganan bencana di seluruh wilayah terdampak, namun dengan prioritas utama pada daerah yang hingga kini masih sulit dijangkau, seperti Aceh Tamiang. Akses darat yang terputus total menjadi tantangan terbesar dalam upaya penyaluran bantuan kemanusiaan.

"Kita utamakan daerah-daerah yang masih terisolir untuk memastikan dukungan logistik terpenuhi. Aceh Tamiang salah satunya," tegas Gus Ipul. Laporan dari Bupati Aceh Tamiang menyebutkan bahwa setidaknya 10 kecamatan di sana masih berada dalam status terisolasi, meskipun dua kecamatan dilaporkan sudah mulai terbuka aksesnya. Kondisi ini menuntut penanganan darurat yang tidak bisa lagi mengandalkan jalur logistik konvensional.

Untuk mengatasi hambatan geografis yang ekstrem, Kemensos memutuskan untuk menerapkan pola distribusi ganda, memanfaatkan moda transportasi laut dan udara secara simultan. Pengiriman logistik darurat ke Aceh Tamiang dilakukan menggunakan kapal yang dikawal langsung oleh Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo, yang bertindak sebagai koordinator lapangan untuk memastikan bantuan sampai ke tangan masyarakat yang membutuhkan.

Secara paralel, distribusi melalui jalur udara juga disiapkan secara intensif, bekerja sama dengan BNPB yang menyediakan unit helikopter untuk misi pengiriman logistik melalui metode airdrop ke kantong-kantong pengungsian yang tidak bisa disentuh oleh jalur laut maupun darat.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya massif pemerintah untuk mempercepat penanganan darurat di lapangan. Logistik yang dikirimkan, baik melalui kapal maupun helikopter, merupakan kebutuhan primer yang sangat mendesak. Di antara barang-barang yang disalurkan adalah makanan siap saji, pakaian untuk ibu dan anak, obat-obatan esensial, tenda pengungsian, tenda anak, matras, beras, serta berbagai kebutuhan dasar lainnya.

Fokus utama Kemensos adalah memastikan buffer stock logistik dapat segera masuk, terutama setelah akses darat menuju beberapa wilayah di Aceh Tamiang diperkirakan mulai dapat dilalui kendaraan roda empat.

Kerja kolaboratif dan sinergi antarlembaga menjadi kunci utama dalam operasi penanganan bencana ini. Selain Kemensos dan BNPB, unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) turut mengirimkan personel dan bantuan logistik.

Koordinasi intensif antara Kementerian Sosial, BNPB, pemerintah kabupaten/kota, serta unsur daerah lainnya terus dilakukan guna mempercepat respons dan memastikan bahwa upaya evakuasi, pencarian, dan pertolongan (SAR) dapat berjalan efektif di tengah luasan wilayah bencana yang sangat besar. Arahan langsung dari Presiden menuntut seluruh jajaran pemerintahan untuk bekerja bersama dan bergotong royong dalam menanggulangi krisis ini.

Tidak hanya sebatas bantuan logistik, Kemensos juga memberikan perhatian serius pada aspek rehabilitasi dan santunan bagi korban. Untuk keluarga yang ditinggalkan, pemerintah menyediakan santunan sebesar Rp15 juta bagi ahli waris korban meninggal dunia.

Sementara itu, bagi warga yang mengalami luka berat akibat bencana, diberikan bantuan finansial sebesar Rp5 juta. Setelah tahap asesmen lanjutan rampung dilakukan, pemerintah juga akan menyiapkan program pemberdayaan komprehensif.

Program ini ditujukan khusus bagi warga yang kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, maupun mata pencaharian, sebagai langkah awal untuk memulihkan kehidupan pascabencana.

Dengan total 753 korban tewas dan 650 orang hilang, bencana hidrometeorologi di Sumatera ini merupakan salah satu krisis terparah yang pernah dihadapi. Upaya Kemensos untuk menembus wilayah terisolasi seperti Aceh Tamiang menggunakan kapal dan helikopter menjadi simbol komitmen pemerintah dalam memastikan setiap warga negara mendapatkan bantuan yang layak, meskipun berada di tengah tantangan akses yang sangat sulit.

Penanganan ini terus dioptimalkan hingga seluruh pengungsi kembali ke rumah dan program pemulihan jangka panjang dapat terlaksana.

Tim Schoolmedia 

Lipsus Sebelumnya
Pemerintah–PGRI Perkuat Sinergi Tingkatkan Kesejahteraan dan Perlindungan Guru

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar