Schoolmedia News Jakarta === Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Isu Air, Retno Marsudi, terpilih menjadi Champion dalam Water Investment atau Isu Air. Penghargaan ini diberikan oleh Pemerintah Afrika Selatan bersama dengan The Global Outlook Council on Water Investment.
Penghargaan ini tentu menjadi sebuah apresiasi sekaligus pengakuan atas dedikasi dan peran penting Retno dalam pemajuan investasi di bidang air. Lalu, apa peran yang diemban Retno setelah mendapatkan penghargaan itu?
Dalam sebuah video rilis yang diunggah di akun Instagram pribadi Retno, @retno_marsudi, ia menjelaskan beberapa komitmen yang disebut sebagai The Triple A PrincipleâAdvocate, Align, dan Accelerate, yakni:
- Advocate: Mengadvokasi investasi yang lebih kuat dan berkelanjutan di bidang air.
- Align: Menyelaraskan inisiatif dan memperkuat upaya kolektif dalam investasi air.
- Accelerate: Mempercepat tindakan yang membuka peluang investasu untuk solusi jangka panjang.
Sebagai Champion, Retno berkomitmen untuk memperkuat dukungan politik, penguatan kapasitas kelembagaan, dan kerja sama strategis lintas sektor agar solusi yang diambil dapat benar-benar efektif.
âAdalah sebuah kehormatan bagi saya untuk mendapat penghargaan oleh The Global Outlook Council on Water Investment sebagai salah satu Champions di Investasi Air,â terang Retno.
Penghargaan yang diberikan kepada Utusan Khusus PBB untuk Isu Air ini disebut Retno sebagai ârasa percayaâ penuh yang diberikan kepada PBB atas upaya mereka untuk membantu memenuhi kebutuhan pada isu air yang dihadapi oleh masyarakat di berbagai negara.
Penghargaan serupa juga diberikan kepada Jakaya Kikwete (mantan Presiden Tanzania), Pemmy Majodina (Menteri Air dan Sanitasi Afrika Selatan), Celeste Saulo (Sekretaris Jenderal Badan Meteorologi Dunia), dan Ban Ki Moon (Mantan Sekretaris Jenderal PBB).
1 Dari 4 Penduduk Dunia Tidak Punya Akses Air Bersih
Dunia menghadapi tantangan yang semakin kompleks, mulai dari pertumbuhan penduduk, perubahan tata guna lahan, hingga perubahan iklim yang sangat mempengaruhi keberlanjutan sumber daya air.
Retno Lestari Priansari Marsudi selaku Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB mengatakan hampir seluruh negara di dunia sedang menghadapi ancaman krisis air.
âData PBB menunjukkan lebih dari 2,2 miliar orang atau sekitar 1 dari 4 penduduk dunia tidak memiliki akses ke sumber air yang aman. Sementara itu, lebih dari 3,5 miliar orang atau sekitar 4 dari 10 penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang layak,â kata Retno dalam Focus Group Discussion (FGD) dan seminar terkait Water Security.
Menurut Retno, bencana yang berhubungan dengan air setiap tahunnya menyebabkan kerugian mencapai 550 miliar dolar, dan 95% kerusakan infrastruktur di dunia disebabkan oleh bencana terkait air. âKita menghadapi tiga tantangan besar lain soal air, too much (banjir), too little (kekeringan), dan too polluted (pencemaran),â paparnya.
Di Indonesia, kata Retno, tantangan ini juga sangat nyata. Data menunjukkan bahwa kebutuhan air nasional diperkirakan akan meningkat 31% pada tahun 2045. âJika tidak terpenuhi, hal ini dapat menghambat cita-cita besar kita menuju Indonesia Emas 2045,â imbuhnya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Retno menuturkan beberapa langkah yang bisa dilakukan yakni, pertama, melakukan inovasi dan implementasi teknologi air, mulai dari hal-hal kecil seperti efisiensi penggunaan air sehari-hari, hingga inovasi besar dalam pertanian dan industri. Kedua, memperbanyak ahli dan SDM di sektor air, karena saat ini setengah dari tenaga ahli air dunia sudah mendekati masa pensiun, sementara kebutuhan justru meningkat.
âPeran universitas sangat penting untuk melahirkan inovasi dan mencetak ahli baru di bidang air. Kita harus bersiap, karena air bukan hanya isu teknis, tetapi menyangkut survival umat manusia,â terangnya.
Rektor UGM Prof. Ova Emilia, menuturkan air adalah unsur dasar kehidupan. Menurutnya, bangsa Indonesia pun tidak lepas dari air mulai dari persoalan banjir, tanah longsor, hingga kekeringan yang berdampak pada produktivitas pertanian dan kesejahteraan masyarakat.
âBahkan, sebagai seorang dokter, saya selalu ingat bahwa sekitar 80% tubuh manusia terdiri atas air. Untuk dapat bertahan hidup, air harus benar-benar diperhatikan. Melalui FGD ini menjadi langkah awal bagi UGM untuk memperkuat jejaring akademik dan kontribusi jangka panjang dalam isu ketahanan air di tingkat nasional maupun internasional,â pungkasnya.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar