Cari

Kejagung Cegah Nadiem Makarim ke Luar Negeri, Dugaan Korupsi Laptop Chromebook Makin Menguat



Schoolmedia News JakartaKejaksaan Agung Republik Indonesia resmi mencegah mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, untuk bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan.

Pencegahan ini dilakukan sejak 19 Juni 2025 sebagai bagian dari proses penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook yang dilakukan Kementerian Pendidikan pada periode 2019–2022.

"Iya, dicegah ke luar negeri. Sejak 19 Juni 2025 untuk enam bulan ke depan," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, kepada media di Jakarta, Jumat (27/6/2025), sebagaimana dilansir Kompas.com.

Langkah tegas ini diambil setelah Kejagung memeriksa Nadiem Makarim pada Senin, 23 Juni 2025 lalu. Pemeriksaan tersebut mengungkap sejumlah kejanggalan, termasuk dugaan keterlibatan pihak eksternal seperti perusahaan teknologi Google melalui sistem operasi Chrome OS, serta peran dua staf khusus menteri pada masa itu yang diduga ikut merancang spesifikasi teknis dan pemilihan vendor secara tidak wajar.


Jejak Chromebook dan Bayang-bayang Google


Proyek pengadaan laptop senilai Rp9,9 triliun itu semula bertujuan mempercepat digitalisasi sekolah di tengah pandemi COVID-19.

Namun, dari hasil penyelidikan Kejagung dan audit forensik yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan indikasi bahwa spesifikasi laptop yang dibeli tidak sesuai dengan harga dan kebutuhan di lapangan.

Laptop-laptop yang disebut sebagai "Chromebook untuk pelajar" tersebut ternyata hanya memiliki prosesor generasi lama, RAM 2 GB, dan penyimpanan eMMC 32 GB—jauh di bawah standar kebutuhan pembelajaran digital.

Ironisnya, pengadaan ini juga dikaitkan dengan “ketergantungan sistem” pada Chrome OS, sistem operasi milik Google, yang hanya bisa dijalankan dengan koneksi internet stabil dan akses layanan cloud.

Hal ini memunculkan dugaan bahwa ada “legacy deal” atau peninggalan kerja sama terselubung dengan vendor teknologi tertentu, yang menguntungkan korporasi asing namun merugikan negara.

Dua Staf Khusus di Radar Kejaksaan

Penyidik juga tengah mendalami peran dua mantan staf khusus menteri yang kala itu diduga aktif mendorong pengadaan laptop berbasis sistem tertutup tersebut.

Salah satu dari mereka bahkan disebut-sebut menjadi perantara komunikasi antara pihak vendor dan internal kementerian.

Diduga kuat, mereka turut menyusun detail teknis yang membatasi kompetitor lain dalam tender terbuka, serta memfasilitasi pertemuan antara vendor dan tim pengadaan sebelum proses resmi dimulai.

"Ini sedang kami gali lebih dalam. Ada indikasi konflik kepentingan dan persekongkolan dalam perencanaan serta pelaksanaan proyek," ujar sumber internal Kejagung yang enggan disebutkan namanya.


Spesifikasi Tak Sesuai, Negara Dirugikan

Pemeriksaan lapangan di sejumlah sekolah penerima bantuan menunjukkan bahwa banyak dari laptop tersebut tidak bisa digunakan secara optimal.

Beberapa bahkan sudah rusak atau tidak bisa diperbaiki karena tidak kompatibel dengan sistem pendidikan yang digunakan sekolah.

"Kalau untuk sekadar mengetik, iya bisa. Tapi untuk kebutuhan pembelajaran daring, software simulasi, dan coding? Jelas tidak cukup," ujar seorang guru di Jawa Tengah yang menjadi penerima bantuan laptop itu.

Kejagung kini tengah menghitung potensi kerugian negara bersama BPK dan berharap hasil audit investigatif selesai dalam waktu dekat. Sementara itu, Kejagung juga membuka kemungkinan menetapkan tersangka baru dalam waktu dekat, tergantung hasil pemeriksaan lanjutan terhadap saksi-saksi kunci, termasuk dua staf khusus dan sejumlah pejabat eselon I dan II di lingkungan Kemendikbudristek.

Reaksi Publik dan Desakan Transparansi

Publik kini menantikan transparansi penuh dari penyidikan kasus ini. Sejumlah kalangan akademisi dan aktivis pendidikan menilai bahwa proyek digitalisasi seharusnya memajukan pembelajaran, bukan menjadi ajang permainan anggaran dan eksperimen kebijakan yang tidak mempertimbangkan kondisi riil sekolah di Indonesia.

“Ini bukan hanya soal korupsi pengadaan barang, tapi soal masa depan pendidikan anak-anak kita yang dikorbankan karena sistem yang tidak akuntabel,” kata Yuniar Siregar, pengamat pendidikan dari Universitas Indonesia.

Kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook ini tampaknya akan menjadi babak penting dalam upaya Kejaksaan Agung membongkar jaringan korupsi berbasis proyek digitalisasi di Indonesia. Masyarakat pun menunggu: akankah hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu?

Tim Schoolmedia 

Lipsus Selanjutnya
Penggunaan Aplikasi SPMB Schoolmedia Efektif, Bupati Lumandau Berikan Apresiasi
Lipsus Sebelumnya
Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Konsisten Dilakukan

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar