Cari

Hari Santri 2025 Dari Resolusi Jihad hingga Revolusi Ilmu dan Gizi di Era Prabowo



Schoolmedia News Jakarta == Langit sore di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta menaungi pesan hangat bagi jutaan santri di seluruh penjuru negeri. Melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan ucapan selamat Hari Santri Tahun 2025, seraya menegaskan peran penting kaum santri dalam menghadapi perubahan zaman.

“Semoga Hari Santri yang kita peringati bersama-sama membawa keberkahan bagi kita semua,” ujar Prasetyo Hadi, mewakili Presiden Prabowo. Ia menambahkan, santri masa kini tak cukup hanya menguasai ilmu agama dan menjaga akhlak, tetapi juga harus siap menghadapi tantangan zaman, terutama perkembangan teknologi dan ekonomi digital.

“Harapannya para santri memiliki bekal yang cukup lengkap, tidak hanya dari sisi akhlak dan keagamaan, tetapi juga kemampuan beradaptasi terhadap perkembangan teknologi, termasuk ilmu-ilmu ekonomi,” tambah Mensesneg.

Peringatan Hari Santri setiap 22 Oktober berakar dari sejarah panjang perjuangan bangsa. Tanggal ini menandai lahirnya Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Seruan jihad tersebut mendorong umat Islam, khususnya para santri dan kiai pesantren, untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman kolonial.

Resolusi itu kemudian menjadi motor penggerak perlawanan rakyat Surabaya yang meletus dalam peristiwa heroik 10 November 1945. Atas dasar sejarah itu, Presiden Joko Widodo menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015.

Kini, delapan dekade setelah proklamasi kemerdekaan, semangat jihad santri tidak lagi menghunus bambu runcing, melainkan pena, gagasan, dan inovasi. Santri tidak hanya menjadi penjaga moral bangsa, tetapi juga aktor penting dalam transformasi sosial, ekonomi, dan teknologi.

Perkembangan teknologi dan globalisasi menuntut pesantren untuk tidak hanya menjadi pusat pendidikan agama, tetapi juga laboratorium peradaban baru. Ribuan pesantren kini tengah bertransformasi dengan membuka jurusan vokasi, pelatihan digital, hingga kewirausahaan berbasis syariah.

Namun, tantangan besar masih menghadang. Sebagian pesantren di pelosok masih menghadapi keterbatasan sarana, akses internet, dan sumber daya tenaga pengajar. Digitalisasi pendidikan sering kali terkendala oleh infrastruktur dasar yang belum merata.

Selain itu, perubahan sosial juga membawa ancaman baru bagi moralitas dan identitas santri. Arus informasi tanpa filter menuntut santri untuk cakap dalam literasi digital, agar tidak mudah terjerumus dalam disinformasi atau polarisasi keagamaan yang kerap muncul di ruang maya.

Dalam peringatan tahun ini, Presiden Prabowo menaruh perhatian serius terhadap dua hal yang kerap luput dari sorotan publik: keamanan bangunan pesantren dan gizi santri.

Melalui Mensesneg, Presiden meminta jajaran pemerintah untuk memastikan setiap gedung pesantren memenuhi standar keamanan teknis. “Tidak hanya pondok pesantren tetapi juga lembaga-lembaga pendidikan berbasis agama yang lain, termasuk rumah-rumah ibadah, untuk dipastikan keamanannya memenuhi standar minimal,” ujarnya.

Langkah ini tak lepas dari beberapa insiden ambruknya bangunan pesantren di berbagai daerah dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah, kata Prasetyo, akan melibatkan kementerian teknis untuk melakukan audit bangunan dan mendorong rehabilitasi bila ditemukan kerusakan struktural.

Di sisi lain, Presiden juga memastikan program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjangkau kalangan santri. Program ini menjadi bagian dari upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di lingkungan pesantren.

“Program makan bergizi itu juga termasuk di pondok-pondok pesantren,” ujar Prasetyo. “Bangunannya harus aman, sistem pendidikannya siap menghadapi tantangan masa depan, dan sumber daya manusianya terpenuhi gizinya.”

Hari Santri kini bukan hanya momen peringatan sejarah, tetapi juga refleksi masa depan. Dalam konteks Indonesia Emas 2045, santri dipandang sebagai bagian penting dari bonus demografi yang akan menentukan arah pembangunan bangsa.

Dengan jumlah lebih dari 5 juta santri di 30 ribu pesantren, potensi mereka menjadi kekuatan sosial-ekonomi sangat besar. Pemerintah berharap, melalui kebijakan seperti Santri Digitalpreneur, Santripreneur Nusantara, dan MBG, generasi santri dapat menjadi pionir ekonomi berbasis nilai-nilai keislaman dan kemandirian.

Namun, pekerjaan rumah masih banyak: mulai dari peningkatan kompetensi guru, kesetaraan akses pendidikan, hingga reformasi kurikulum pesantren agar tetap relevan dengan kebutuhan zaman.

Dari seruan jihad 1945 hingga seruan inovasi 2025, semangat santri tetap menyala. Ia menjelma dalam wujud baru: semangat belajar tanpa henti, beradaptasi dengan zaman, dan menjaga nilai-nilai kebangsaan di tengah derasnya arus global.

Presiden Prabowo, lewat pesannya, menegaskan bahwa negara hadir bersama santri—bukan hanya sebagai penonton sejarah, tapi mitra dalam menulis bab-bab baru peradaban Indonesia.

“Hari Santri bukan hanya peringatan sejarah, tapi juga penanda kebangkitan generasi berilmu dan berakhlak,” demikian pesan yang menggema dari Istana sore itu — menandai bahwa perjuangan santri belum selesai, hanya berganti medan.

Tim Schoolmedia 

Berita Sebelumnya
Pratikno: “AI Akan Mendisrupsi Birokrasi dan Demokrasi, Tapi Kita Harus Siap”

Berita Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar