Schoolmedia News Jakarta == Rabu yang biasanya hening di Pengadilan Negeri Cibinong berubah menjadi penanda sejarah baru bagi perlindungan akademisi dan pembela lingkungan di Indonesia. Ruang sidang bergemuruh oleh tepuk tangan dan rasa lega yang menular, ketika Majelis Hakim membacakan putusan sela dalam perkara Nomor 212/Pdt.G/2025/PN Cbi, yang menyatakan gugatan terhadap dua guru besar Institut Pertanian Bogorââ¬âProf. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr. dan Prof. Dr. Ir. Basuki Wasis, M.Si.ââ¬âsebagai tindakan Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP).
Putusan ini bukan sekadar kemenangan dua akademisi, melainkan tonggak penting: putusan Anti-SLAPP pertama di Indonesia yang dijatuhkan melalui mekanisme putusan sela, mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.
Kasus ini bermula dari gugatan PT Kalimantan Lestari Mandiri (PT KLM) terhadap dua ahli IPB tersebut. Kedua akademisi ini sebelumnya memberikan keterangan ahli dalam perkara kebakaran lahan gambut di areal perkebunan PT KLM di Kapuas, Kalimantan Tengah, pada 2018.
Keterangan ilmiah mereka menjadi dasar kuat dalam putusan pengadilan yang menghukum PT KLM membayar ganti rugi materiil sebesar Rp89,3 miliar dan biaya pemulihan lingkungan Rp210,5 miliarââ¬âputusan yang telah inkracht.
Namun, keberanian ilmiah itu justru berbalas dengan gugatan perdata dari perusahaan. Gugatan yang oleh banyak pihak dianggap sebagai upaya membungkam suara ahli dan mengintimidasi pembela lingkungan.
Majelis Hakim PN Cibinong menolak keras praktik tersebut. Dalam pertimbangannya, hakim menegaskan bahwa keterangan kedua ahli merupakan bentuk perjuangan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, sebagaimana dijamin dalam Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
ââ¬ÅPernyataan mereka di persidangan adalah bagian dari partisipasi publik yang dilindungi undang-undang, bukan pelanggaran,ââ¬Â demikian antara lain isi pertimbangan hakim.
Koalisi Save Akademisi
Koalisi Save Akademisi dan Ahli memberikan apresiasi kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibinong atas putusan sela dalam perkara Nomor 212/Pdt.G/2025/PN Cbi yang menyatakan gugatan terhadap Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr. dan Prof. Dr. Ir. Basuki Wasis, M.Si. sebagai tindakan Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP) dan memutuskan gugatan tidak dapat dilanjutkan.
Putusan ini mencatatkan sejarah sebagai putusan Anti-SLAPP pertama di Indonesia yang dijatuhkan melalui mekanisme putusan sela dengan mendasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.
Latar belakang gugatan ini diajukan oleh PT Kalimantan Lestari Mandiri (PT KLM) terhadap kedua akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut yang telah memberikan keterangan ahli dalam perkara kebakaran lahan gambut di areal perkebunan PT KLM di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah pada tahun 2018.
Keterangan ahli tersebut digunakan sebagai dasar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang menghukum PT KLM membayar ganti rugi materiil sebesar Rp89,3 miliar dan biaya pemulihan sebesar Rp210,5 miliar.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menegaskan bahwa keterangan ahli yang disampaikan Prof. Bambang Hero Saharjo dan Prof. Basuki Wasis dalam persidangan merupakan bentuk perjuangan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana dilindungi Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Majelis juga merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 119/PUU-XXIII/2025 yang memperluas perlindungan Pasal 66 UU PPLH untuk mencakup "setiap orang, termasuk korban, pelapor, saksi, ahli, dan aktivis lingkungan yang berpartisipasi dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup."
Berdasarkan Pasal 48 ayat (3) huruf c Perma No. 1 Tahun 2023, penyampaian pendapat, kesaksian, atau keterangan di persidangan termasuk dalam bentuk perjuangan hak atas lingkungan hidup yang dilindungi. Gugatan yang mengancam partisipasi tersebut merupakan pelanggaran terhadap Pasal 66 UU PPLH.
Perlindungan Nyata bagi Pembela Lingkungan
Koalisi Save Akademisi dan Ahli menilai langkah Majelis Hakim ini tepat, progresif, dan selaras dengan semangat perlindungan terhadap pembela lingkungan hidup. Putusan ini menunjukkan pemahaman yang kuat atas prinsip Anti- SLAPP sebagaimana diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.
ââ¬ÅSLAPP harus dihentikan sedini mungkin untuk mencegah kriminalisasi dan tekanan terhadap individu yang berpartisipasi dalam perlindungan lingkungan hidup. Mekanisme melalui putusan sela menjadi langkah yang efektif dan berkeadilan, karena memungkinkan penghentian perkara sejak awal tanpa harus menunggu proses persidangan yang panjang, melelahkan, dan berbiaya besar bagi para pembela lingkungan,ââ¬Â ujar Marsya M Handayani, Peneliti Indonesia Center for Environmental Law (ICEL).
Koalisi Save Akademisi dan Ahli menegaskan bahwa penerapan mekanisme ini merupakan bentuk konkret perlindungan hukum bagi masyarakat, ahli, maupun akademisi yang menjalankan perannya dalam penegakan hukum dan perlindungan lingkungan hidup.
Dengan putusan ini, pengadilan telah memberikan sinyal kuat bahwa upaya pembungkaman terhadap partisipasi publik dalam isu lingkungan tidak dapat dibenarkan dalam negara hukum.
Tinggalkan Komentar