Schoolmedia News Jogyakarta ---- Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate membuka sidang kedua DEWG G20 dan meluncurkan Program Digital Talent Scholarship (DTS) dan Digital Leader Academy (DLA).
Gelaran Sidang Kedua Kelompok Kerja Ekonomi Digital Group of Twenty atau Digital Economy Working Group (2nd DEWG) G20 di Hotel Tentrem, Kota Yogyakarta, menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang ketat.
Dalam pantauan InfoPublik pada Selasa (17/5/2022) pagi, prokes sudah dijalankan sejak kedatangan para delegasi di Hotel Tentrem. Para delegasi dan media peliput 2nd DEWG diarahkan panitia untuk selalu menjaga jarak selama kegiatan. Tidak hanya itu, sebelum acara dimulai dilakukan tes antigen COVID-19 terhadap semua delegasi dan media.
Penerapan prokes dilakukan sebagai upaya mencegah dan menekan penyebaran virus Corona. Sidang Kedua DEWG G20 akan berlangsung di Yogyakarta pada Selasa (17/5/2022) hingga Rabu (18/5/2022).
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Sekjen Kominfo RI), Mira Tayyiba, menyatakan Presidensi G20 Indonesia 2022 akan menunjukkan berbagai inisiatif di sektor ekonomi digital sebagai pendukung pembahasan mengenai substansi selama sidang kedua DEWG.
Menurut Sekjen Mira, inisiatif-inisiatif tersebut ditampilkan melalui Wall of Indonesia’s Digital Transformation yang diprakarsai para anggota DEWG Industry Task Force yang terdiri dari berbagai pelaku industri.
Dipilihnya Yogyakarta bukan tanpa alasan. Status sebagai Daerah Istimewa, Yogyakarta berkenaan dengan runutan sejarah berdirinya provinsi ini, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan.
Menurut Babad Gianti, Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama yang diberikan Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai pengganti nama pesanggrahan Gartitawati.
Yogyakarta berarti Yogya yang kerta. Yogya yang makmur. Sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti Yogya yang makmur dan yang paling utama. Sumber lain mengatakan, nama Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya dalam epos Ramayana.
Dalam penggunaannya sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan Jogja (karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa).
Sebelum Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, kota ini sudah mempunyai tradisi pemerintahan karena Yogyakarta adalah Kasultanan, termasuk di dalamnya terdapat juga Kadipaten Pakualaman.
Daerah yang punya sejarah asal-usul dengan pemerintahannya sendiri ini, di jaman penjajahan Hindia Belanda disebut Zelfbesturende Landschappen.
Di zaman kemerdekaan disebut dengan nama Daerah Swapraja. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan pada 1755 oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I.
Sementara Kadipaten Pakualaman, didirikan pada 1813 oleh Pangeran Notokusumo, saudara Sultan Hamengku Buwono II, yang kemudian bergelar Adipati Paku Alam I. Baik Kasultanan maupun Pakualaman, diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri.
Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Terakhir kontrak politik Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941 No. 47 dan kontrak politik Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 No. 577.
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17-1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengetok kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu, mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta.
Sri sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Daerah Istimewa
Pegangan hukumnya adalah dari 4 Januari 1946 hingga 17 Desember 1949, Yogyakarta menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia, justru dimasa perjuangan bahkan mengalami saat-saat yang sangat mendebarkan, hampir-hampir saja Negara Republik Indonesia tamat riwayatnya.
Oleh karena itu, pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia yang berkumpul dan berjuang di Yogyakarta mempunyai kenangan tersendiri tentang wilayah ini.
Apalagi pemuda-pemudanya, yang setelah perang selesai, melanjutkan studinya di Universitas Gajah Mada, sebuah Universitas Negeri yang pertama didirikan oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno, sekaligus menjadi monumen hidup untuk memperingati perjuangan Yogyakarta.
Dengan dasar pasal 18 Undang-undang 1945, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menghendaki agar kedudukan sebagai Daerah Istimewa untuk Daerah Tingkat I, tetap lestari dengan mengingat sejarah pembentukan dan perkembangan Pemerintahan Daerahnya yang sepatutnya dihormati.
Pasal 18 undang-undang dasar 1945 itu menyatakan bahwa “pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam Daerah-daerah yang bersifat Istimewa“. Sebagai Daerah Otonom setingkat Provinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang-undang No.3 tahun 1950, sesuai dengan maksud pasal 18 UUD 1945 tersebut.
Disebutkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah meliputi bekas Daerah/Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman.
Sebagai ibukota Provinsi DIY, Kota Yogyakarta, kaya predikat, baik berasal dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata.
Sebutan kota perjuangan untuk kota ini, berkenaan dengan peran Yogyakarta dalam konstelasi perjuangan bangsa Indonesia pada jaman kolonial Belanda, jaman penjajahan Jepang, maupun pada jaman perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan, baik Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman.
Sedangkan sematan sebagai kota kebudayaan untuk kota ini berkaitan erat dengan peninggalan-peninggalan budaya bernilai tinggi semasa kerajaan-kerajaan tersebut yang sampai kini masih tetap lestari.
Ini juga berkaitan dengan banyaknya pusat-pusat seni dan budaya. Sebutan kata Mataram yang banyak digunakan sekarang ini, tidak lain adalah sebuah kebanggaan atas kejayaan Kerajaan Mataram.
Predikat sebagai kota pelajar berkaitan dengan sejarah dan peran kota ini dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di samping adanya berbagai pendidikan di setiap jenjang pendidikan tersedia di propinsi ini, di Yogyakarta terdapat banyak mahasiswa dan pelajar dari seluruh daerah di Indonesia.
Tidak berlebihan bila Yogyakarta disebut sebagai miniatur Indonesia. Sebutan Yogyakarta sebagai kota pariwisata menggambarkan potensi provinsi ini dalam kacamata kepariwisataan. Yogyakarta adalah daerah tujuan wisata terbesar kedua setelah Bali.
Digital Economy Working Group (DEWG)
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengajak mitra platform digital yang tergabung dalam Industry Task Force (ITF) Digital Economy Working Group (DEWG) G20 untuk berkolaborasi menggaungkan agenda Indonesia dalam Presidensi G20.
Staf Khusus Menteri Kominfo Bidang Kebijakan Digital dan SDM, Dedy Permadi, menyatakan, keterlibatan industri diharapkan turut menyukseskan rangkaian kegiatan DEWG G20.
Hal itu bisa dilakukan dengan publikasi melalui media massa serta showcase dalam rangkaian Sidang DEWG G20.
"Teman-teman (Industry Task Force) punya inisiatif untuk event dan terlibat dalam meeting DEWG G20, baik di leaders meeting, ministerial meeting, maupun working group. Kami juga mohon berkenan untuk bisa menggerakkan di media, karena saya rasa ini sangat penting untuk menggaungkan dan membumikan DEWG G20,” tuturnya
Tinggalkan Komentar