Cari

Adicitra Ganesha 2025: Ketika Seni dan Intelektualitas Menyatu di Rumah Ilmu



Schoolmedia News Bandung == Cahaya sore yang menembus jendela kaca patri Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB) seolah menari di atas kanvas, memantulkan rona warna dari puluhan karya seni yang terpajang megah. Rabu (8/10/2025) menjadi hari yang istimewa bagi kampus legendaris ini—tempat teknologi, ilmu, dan seni berpadu dalam satu perayaan bertajuk Adicitra Ganesha 2025.

Pameran dan lelang karya seni ini bukan sekadar ajang estetika. Ia adalah simbol hidup dari sinergi antara pengetahuan dan kebudayaan, antara rasionalitas dan rasa. Adicitra Ganesha menjadi ruang perjumpaan bagi lebih dari 50 maestro seni rupa dan desainer nasional, dari I Nyoman Nuarta yang monumental, A.D. Pirous yang spiritual, hingga Singgih S. Kartono yang minimalis namun sarat makna.

Tema besar “Apresiasi, Representasi, Transformasi” terasa kuat dalam setiap sudut ruangan. Di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi, karya-karya yang terpajang seperti mengingatkan bahwa kemajuan sejati harus disertai dengan kedalaman jiwa.

Di antara para tamu undangan yang hadir, sosok Presiden ke-6 RI, Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi magnet tersendiri. Mengenakan batik biru lembut, SBY melangkah pelan menelusuri barisan lukisan dengan ekspresi penuh penghargaan. Dalam Pidato Kebudayaan-nya, ia menyampaikan pesan mendalam tentang peran seni dalam membangun karakter bangsa.

“Seni adalah bahasa nurani yang menembus batas ilmu dan waktu. Ketika kita mendidik dengan ilmu dan menginspirasi dengan seni, di sanalah bangsa menemukan jati dirinya,” ujar SBY disambut tepuk tangan panjang.

Yang lebih menggetarkan, SBY juga mendonasikan salah satu lukisannya—berjudul “Langit Biru Nusantara”—sebuah karya yang menggambarkan bentangan langit damai di atas pegunungan Jawa Barat. Lukisan itu, katanya, adalah doa dan simbol harapan bagi masa depan pendidikan Indonesia. Hasil lelang lukisan tersebut sepenuhnya disumbangkan untuk Dana Lestari ITB (endowment fund), mendukung beasiswa dan riset bagi mahasiswa.

Alih-alih lelang konvensional dengan palu dan seruan harga, Adicitra Ganesha 2025 memilih cara yang lebih modern: silent auction melalui laman adicitraganesha.com. Para penikmat seni bisa menawar karya favoritnya secara daring, tanpa harus bersuara. Sunyi yang elegan—seperti penghormatan bagi seni itu sendiri.

Rektor ITB, Prof. Dr. Ir. Tatacipta Dirgantara, M.T., menegaskan bahwa inisiatif ini adalah bentuk nyata kolaborasi lintas disiplin.

“Adicitra Ganesha bukan hanya ajang pamer karya, tetapi simbol persenyawaan antara seni, sains, dan teknologi. Kami ingin pendidikan tinggi tidak hanya mencetak insinyur dan ilmuwan, tetapi juga manusia yang berjiwa indah,” ujarnya.

Dari satu karya ke karya lain, setiap detail seolah menyimpan narasi. Sebuah patung logam karya I Nyoman Nuarta menonjol di tengah aula—figur manusia yang meregang dalam gerak futuristik, seolah melambangkan ketegangan antara manusia dan mesin. Tak jauh dari sana, lukisan A.D. Pirous menghadirkan harmoni kaligrafi dan geometri spiritual, menghadirkan ketenangan di tengah hiruk pikuk teknologi modern.

Sementara itu, karya Singgih S. Kartono tampil sederhana namun memikat: sebuah radio kayu dengan desain berkelanjutan, simbol harmoni antara alam dan inovasi. “Seni bukan sekadar bentuk, tapi cara berpikir yang jujur terhadap kehidupan,” ucap Singgih kepada salah satu pengunjung muda yang tampak antusias mencatat di buku kecilnya.

Di sudut ruangan, beberapa mahasiswa ITB berdiri terpaku di depan sebuah instalasi multimedia interaktif. Salah satunya, Diah (21), mahasiswi Desain Produk, mengaku terinspirasi.

“Biasanya kami berpikir teknologi ituTapi di sini, saya melihat bagaimana teknologi bisa punya rasa. Ini seperti melihat masa depan yang lebih manusiawi,” ujarnya pelan.

Menjelang malam, suasana aula berubah lembut. Musik jazz akustik mengalun, menambah nuansa hangat di antara karya seni yang berkilau di bawah cahaya kuning temaram. Di luar, udara Bandung yang sejuk membawa aroma nostalgia, seperti mengingatkan bahwa di kota ini, kreativitas dan pendidikan telah lama tumbuh berdampingan.

Adicitra Ganesha 2025 bukan sekadar pameran, tetapi manifesto kebudayaan ITB — bahwa kampus teknik tertua di Indonesia ini tidak hanya membangun gedung dan laboratorium, tetapi juga membangun keindahan jiwa.

Ketika para tamu beranjak meninggalkan Aula Barat, mata mereka masih terarah pada lukisan terakhir di dinding—sebuah tulisan tangan kecil di bawahnya berbunyi:

“Sains memberi kita kemampuan untuk memahami dunia. Seni mengajarkan kita cara merasakannya.”

Mungkin di sanalah esensi Adicitra Ganesha—sebuah pertemuan indah antara pengetahuan dan keindahan, antara logika dan cinta, antara apa yang bisa diukur dan apa yang hanya bisa dirasakan.

Tim Schoolmedia

Artikel Selanjutnya
Pendidikan Bukan Sekadar Sekolah: Saatnya Kita Ubah Cara Pandang
Artikel Sebelumnya
Tips Cara Beri Pertolongan Pertama Keracunan Makanan Bergizi Gratis di Sekolah

Artikel Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar