Schoolmedia News Jakarta == Mahkamah Konstitusi (MK) kembali membuka ruang sidang lanjutan gugatan terhadap pasal terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang menuai kontroversi. Hadirnya Komnas HAM dan Komnas Perempuan sebagai saksi dan pemberi pandangan di persidangan pada Selasa (7/10) di Jakarta, semakin membuka tabir dampak serius dari implementasi PSN yang selama ini kurang mendapat sorotan mendalam.
Komnas HAM secara tegas merekomendasikan agar pemerintah meninjau ulang model pembangunan PSN yang dianggap sangat eksklusif dan diskriminatif. Selain menciptakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berulang, pelaksanaan PSN juga terindikasi mengabaikan partisipasi publik, menimbulkan konflik sosial, serta kerusakan lingkungan yang sulit diperbaiki.
Komisioner Pemantauan & Penyelidikan Komnas HAM, Saurlin P Siagian, menegaskan perlunya amar putusan MK yang bukan hanya korektif, tetapi juga preventif demi memastikan perbaikan regulasi yang sesuai prinsip konstitusional, HAM, dan keberlanjutan lingkungan.
Tak kalah penting, Komnas Perempuan mengungkap sisi lain dari PSN yang bahkan menjadi instrumen kekerasan berbasis gender. Di berbagai lokasi proyek, perempuan mengalami pelecehan seksual, kehilangan sumber nafkah, hingga kekerasan fisik.
Temuan ini mengejutkan dan memperlihatkan bahwa model pembangunan yang didukung oleh UU Cipta Kerja ini tidak hanya merusak lingkungan dan menimbulkan konflik sosial, tapi juga menjadi biang diskriminasi gender yang serius.
Fenomena yang diangkat Komnas HAM dan Komnas Perempuan dalam persidangan MK ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah dan pembuat kebijakan. Model pembangunan PSN yang saat ini berjalan dengan sangat sentralistik dan tidak memperhatikan aspek inklusivitas serta keadilan sosial, sesungguhnya memperparah ketimpangan serta melanggengkan diskriminasi di berbagai lapisan masyarakat.
Undang-Undang Cipta Kerja, yang dirancang untuk mempercepat pembangunan dan penanaman modal di Indonesia, jangan sampai menjadi tameng yang menutupi pelanggaran HAM dan kekerasan struktural.
Pembangunan yang berkelanjutan haruslah berlandaskan pada prinsip keadilan sosial, penghormatan hak-hak konstitusional, dan pemberdayaan masyarakat, terutama kelompok rentan seperti perempuan. Jika pemerintah memaksakan PSN tanpa evaluasi menyeluruh dan perbaikan mendasar, maka bukan kemajuan yang tercapai, melainkan kerusakan yang terus membelit.
Mahkamah Konstitusi memiliki peran penting di momentum ini untuk menjadi penjaga keadilan dan kedaulatan rakyat. Amar putusan yang diharapkan dari MK bukan hanya menyentuh aspek hukum formal, tapi juga harus menjadi tonggak reformasi kebijakan yang mendalam, membongkar praktik kebijakan eksklusif dan diskriminatif yang sudah terlanjur mengakar.
Pembangunan nasional haruslah mengedepankan keberpihakan terhadap hak asasi manusia dan keberlanjutan lingkungan. Kegagalan untuk mewujudkan hal itu berarti mengorbankan masa depan yang adil dan lestari demi proyek yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
Waktunya tiba bagi pemerintah dan DPR untuk serius mendengar kritik luas ini dan berani memperbaiki UU Cipta Kerja melalui peninjauan menyeluruh pasal-pasal yang bermasalah, agar Indonesia tidak hanya sekadar maju, tapi juga makmur dan bermartabat bagi seluruh rakyatnya.
Dalam sidang tersebut, ia menyampaikan sejumlah poin temuan Komnas HAM, sebagai berikut:
1. Norma PSN dalam UU Cipta Kerja mengandung kekaburan norma yang bertentangan dengan prinsip negara hukum dan kepastian hukum. 2. Pelaksanaan PSN telah menimbulkan pelanggaran nyata terhadap hak konstitusional: hak atas lingkungan sehat, hak atas rasa aman, dan hak milik.
3. Tata kelola PSN yang bersifat vertikal menghasilkan proyek tidak ramah HAM, dan cenderung meniadakan partisipasi publik yang bermakna. 4. Terdapat kesenjangan nyata antara tujuan normatif PSN dan realitas lapangan, yang sering menghasilkan konflik sosial dan kriminalisasi warga. 5. PSN telah menyebabkan kerusakan lingkungan serius; dimana instrumen lingkungan yang ada tidak berjalan efektif. 6. Pelibatan aparat keamanan dalam melaksanakan PSN yang berlebihan mengancam penghormatan, perlindungan dan pemenuhan ham secara utuh. 7. Hilangnya akses masyarakat adat atas tanah dan budaya akibat PSN mengancam identitas budaya dan keberlanjutan hak masyarakat adat. "Pelibatan aparat keamanan dalam melaksanakan PSN yang berlebihan mengancam penghormatan, perlindungan, dan pembunuhan HAM secara utuh,â kata Saudli dalam sidang.
Sedangkan Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor mengatakan status PSN di Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur menimbulkan dampak pada perempuan yang mengalami bentuk kekerasan berbasis gender (KBG). âDi IKN pelecehan seksual hadir dalam bentuk verbal bernuansa seksual dari aparat jaga memperlihatkan bagaimana bahasa dijadikan instrumen untuk meruntuhkan rasa aman,â kata Maria di Ruang Sidang Pleno MK. Dalam sidang, Maria juga memaparkan hasil pantauan Komnas Perempuan terhadap 11 kasus PSN sepanjang 2020 hingga 2024, yang menujukkan sisi lain pembangunan PSN yang juga menjadi instrumen legal penghasil kekerasan berbasis gender. âDari jumlah tersebut teridentifikasi 11 kasus yang secara langsung terkait dengan PSN,â kata Maria. 1. Makassar New Port â Sulawesi Selatan Sekitar 300 perempuan nelayan kehilangan sumber nafkah. Terjadi peningkatan kasus KDRT akibat tekanan ekonomi. 2. Bendungan Bener â Desa Wadas, Jawa Tengah 334 petani perempuan kehilangan tanah garapan mereka. 3. Bendungan Mbay Naga Keo â Nusa Tenggara Timur Terjadi intimidasi aparat. Perempuan adat terluka, baik secara fisik maupun sosial. 4. PLTA Poso â Sulawesi Tengah Sekitar 100 perempuan kehilangan akses terhadap air bersih. 5. PLTP Poco Leok â Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur Perempuan mengalami kekerasan fisik dan seksual dalam konflik proyek. 6. PT Vale Indonesia â Sorowako, Sulawesi Selatan Puluhan perempuan kehilangan akses air bersih akibat aktivitas tambang. 7.Merauke Food Estate â Papua Selatan Ratusan perempuan adat kehilangan hutan, sumber pangan, dan ruang hidup. 8. Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) â Depok, Jawa Barat 17 perempuan kehilangan lahan usaha. 9. Kawasan Mandalika â Nusa Tenggara Barat Sekitar 70 perempuan kehilangan usaha karena penggusuran proyek pariwisata. 10. Rempang Eco-City â Batam, Kepulauan Riau Perempuan mengalami luka fisik dan kehilangan lahan. 11. Ibu Kota Nusantara (IKN) â Kalimantan Timur Perempuan adat mengalami pelecehan verbal dan kehilangan tanah. Gugatan Pasal PSN Gugatan bernomor 112/PUU-XXIII/2025 tersebut dilayangkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), serta 19 pemohon lainnya pada Juli 2025. Para pemohon mendalilkan bahwa ketentuan dalam UU Cipta Kerja, khususnya yang berkaitan PSN telah menggerus prinsip-prinsip dasar negara hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Norma-norma yang dipersoalkan para pemohon perkara adalah Pasal 3 huruf d; Pasal 10 huruf u dalam Pasal 123 angka 2; Pasal 173 ayat (2) dan ayat (4); Pasal 19 ayat (2) dalam Pasal 31 angka 1; Pasal 44 ayat (2) dalam Pasal 124 angka 1; Pasal 19 ayat (2) dalam Pasal 36 angka 3; Pasal 17A ayat (1), (2), (3) dalam Pasal 18 angka 15; serta Pasal 34A ayat (1) dan (2) dalam Pasal 17 angka 18 Lampiran UU No. 6 Tahun 2023. Para pemohon berpendapat bahwa percepatan dan kemudahan PSN yang diatur dalam Pasal 3 huruf d UU Cipta Kerja justru menimbulkan konflik sosial-ekonomi yang berdampak pada pelanggaran hak konstitusional warga negara. Norma tersebut dianggap kabur karena memuat frasa seperti âpenyesuaian berbagai peraturanâ dan âkemudahan dan percepatanâ yang tidak memiliki batasan konkret. Hal ini dinilai membuka ruang bagi pembajakan kepentingan tertentu dan menutup ruang partisipasi publik yang bermakna. Para pemohon meminta MK menyatakan sejumlah ketentuan dalam UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Melalui permohonan ini, mereka berharap, hakim memastikan akuntabilitas penyelenggara negara dalam menjalankan fungsinya untuk melindungi hak-hak konstitusional warga negara.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar