Schoolmedia News Jakarya == Aula Pesantren Persis 76 Tarogong, Kabupaten Garut, dipenuhi ratusan murid dari berbagai jenjang SMA/MA/SMK/MAK hingga Paket C sederajat. Mereka hadir untuk mengikuti simulasi Tes Kemampuan Akademik (TKA), program baru Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang digadang-gadang sebagai instrumen objektif mengenali keragaman kemampuan murid.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat, berusaha mematahkan stigma lama bahwa ujian selalu menakutkan. âTidak ada murid yang bodoh, yang ada adalah murid yang memiliki keragaman kemampuan akademik,â ujarnya menenangkan peserta. Atip menekankan, TKA bukanlah alat untuk melabeli atau menentukan kelulusan, melainkan sarana pemetaan potensi dan keunggulan individu.
Namun, tak bisa dipungkiri, kata âtesâ tetap mengusik memori kolektif murid Indonesia: tekanan ujian nasional, ranking kelas, hingga seleksi perguruan tinggi yang kerap menimbulkan stres. Seorang guru yang hadir bahkan menyindir, âEntah ini bentuk kemajuan atau hanya ganti bungkus, murid kita lagi-lagi jadi kelinci percobaan berbagai model tes.â
Kelemahan dan Keunggulan TKA
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Toni Toharudin, menegaskan fungsi strategis TKA. Menurutnya, TKA berperan sebagai alat verifikasi untuk memastikan konsistensi capaian rapor dengan kemampuan aktual murid. âSelain itu, TKA juga bermanfaat sebagai sarana identifikasi kekuatan dan kelemahan murid, memberikan sertifikat resmi untuk seleksi pendidikan lebih tinggi, serta memetakan posisi murid dalam konteks akademik nasional,â jelas Toni.
Ia menambahkan, TKA diharapkan dapat menghadirkan sistem seleksi yang lebih adil dan meritokratis, sehingga arah pendidikan lebih setara, berintegritas, dan relevan dengan tantangan masa depan.
Dari sisi kelebihan, TKA menjanjikan objektivitas, mengurangi bias penilaian guru, serta membuka peluang murid yang selama ini tidak menonjol di rapor untuk menunjukkan potensi tersembunyinya. Namun, kelemahannya pun tak kecil: risiko reduksi murid menjadi angka, potensi penyalahgunaan hasil tes sebagai seleksi semata, hingga perasaan âdeja vuâ bagi murid yang sudah kenyang dengan Ujian Nasional (UN), Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), hingga Asesmen Nasional (AN).
âDulu UN katanya solusi, lalu diganti AN yang lebih holistik, sekarang muncul TKA. Apa bedanya? Kalau lagi-lagi murid ditekan dengan model tes, ya jatuhnya sama saja,â ungkap seorang wali murid dengan nada skeptis.
Aneka Tes Berganti Merk
Jika ditarik ke belakang, perjalanan âtes besarâ di Indonesia ibarat grafik naik turun yang selalu berubah format:
-
Ujian Nasional (UN): selama bertahun-tahun jadi momok karena dianggap penentu mutlak kelulusan.
-
USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional): sempat diperkenalkan sebagai kombinasi penilaian sekolah dan pusat, tetapi tak bertahan lama.
-
Asesmen Nasional (AN): diperkenalkan untuk memotret kualitas pendidikan secara sistemik, dengan fokus pada literasi, numerasi, dan survei karakter â bukan kelulusan individu.
-
Tes Kemampuan Akademik (TKA): kini hadir dengan janji baru, lebih personal, memetakan potensi, serta bisa menjadi sertifikat untuk jenjang pendidikan berikutnya.
Perubahan demi perubahan itu membuat murid merasa seolah mereka terus menjadi subjek eksperimen kebijakan. âSetiap angkatan punya nama ujian berbeda, tapi kami tetap harus duduk di kursi yang sama, mengerjakan soal, lalu menunggu nasib,â celetuk seorang murid dengan nada getir.
Antara Apresiasi dan Kecurigaan
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Persis, Ferdiansyah, mencoba memberi nuansa optimistis. Ia mengapresiasi kolaborasi Kemendikdasmen dengan organisasinya dalam simulasi TKA. âIkatan Pelajar Persis selalu mendorong motivasi kepada pelajar Indonesia agar tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga tangguh secara iman. Semoga pelaksanaan TKA berlangsung sukses di seluruh Indonesia,â katanya.
Sementara itu, suara murid terdengar lebih beragam. Sri Nur Paskawati, murid kelas XII SMAN 6 Garut, mengaku lebih siap setelah sosialisasi sejak Agustus lalu. âKami jadi lebih paham tujuan TKA. Semoga teman-teman tidak ragu mengikuti TKA dan tetap semangat meraih cita-cita,â ujarnya, diamini Hasya Anindiya Arettha, teman sekelasnya.
Namun, tak semua murid bisa mengusir rasa khawatir. Sebagian masih takut TKA hanyalah versi baru dari ujian lama yang menentukan masa depan. âKatanya bukan penentu kelulusan, tapi kalau nanti hasilnya dipakai untuk seleksi perguruan tinggi, bukankah itu sama saja dengan UN dulu?â celetuk seorang peserta.
Catatan Kritis
Peluncuran TKA di Garut ini ibarat lembar kosong yang bisa diisi dengan harapan maupun keraguan. Pemerintah menjanjikan instrumen yang lebih adil, objektif, dan humanis. Tetapi jejak sejarah menunjukkan, setiap kali lahir format tes baru, murid selalu berada di garis depan eksperimen kebijakan.
TKA bisa jadi pintu masuk ke arah pendidikan yang lebih bermutu dan setara, atau sebaliknya hanya menambah daftar panjang âresep ujianâ yang membuat murid makin tertekan. Pada akhirnya, keberhasilan TKA tidak hanya ditentukan oleh desain soal, melainkan juga oleh perubahan paradigma: apakah pendidikan Indonesia benar-benar siap berhenti menakar murid dengan angka semata.
Timeline Ujian di Indonesia: Dari UN hingga TKA
-
Ujian Nasional (UN)
â¡ï¸ Digelar puluhan tahun, dikenal sebagai âpenentu nasibâ murid karena hasilnya jadi syarat mutlak kelulusan.
â¡ï¸ Kritik: menimbulkan stres tinggi, tidak adil bagi murid dari sekolah dengan fasilitas terbatas. -
Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)
â¡ï¸ Diluncurkan untuk memberi ruang lebih besar pada sekolah dalam menilai murid, tapi masih berstandar nasional.
â¡ï¸ Kritik: tetap menimbulkan kesan ujian berjenjang, hanya menambah beban tanpa perbedaan signifikan. -
Asesmen Nasional (AN)
â¡ï¸ Diperkenalkan 2021 sebagai pengganti UN. Fokus pada literasi, numerasi, dan survei karakter.
â¡ï¸ Tujuan: memotret kualitas sekolah, bukan kelulusan individu.
â¡ï¸ Kritik: hasilnya sering tidak dipahami oleh guru/murid, sehingga manfaat praktis di kelas belum terasa. -
Tes Kemampuan Akademik (TKA)
â¡ï¸ Digadang-gadang sebagai instrumen objektif memetakan potensi murid, bukan hanya nilai rapor.
â¡ï¸ Manfaat: jadi sertifikat resmi, bisa dipakai untuk seleksi pendidikan lebih tinggi.
â¡ï¸ Kritik: berisiko mengulang trauma lama jika hanya dipakai sebagai alat seleksi dan bukan pemetaan pembelajaran.Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar