Schoolmedia News Jakarta == Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Revitalisasi Satuan Pendidikan, SMA Unggul Garuda, dan Digitalisasi Pembelajaran menjadi tonggak baru arah kebijakan pendidikan nasional. Melalui kebijakan ini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), khususnya Ditjen PAUD Dasmen, berkomitmen melaksanakan program digitalisasi sekolah demi mendorong pemerataan kualitas pendidikan berbasis teknologi.
Namun, di balik narasi optimistis, terdapat pertanyaan besar: apakah digitalisasi benar-benar dapat dijalankan sesuai asas keadilan dan pemerataan?
Presiden Prabowo Subianto dalam pidato Hari Pendidikan Nasional (2 Mei 2025) di SDN Cimpahpar 5, Bogor, menegaskan niatnya menyediakan layar televisi di setiap sekolah di Indonesia. Gagasan tersebut dimaksudkan untuk menghadirkan akses pembelajaran digital secara merata. Akan tetapi, wacana itu menimbulkan perdebatan: apakah sekadar perangkat elektronik cukup untuk menyelesaikan persoalan ketimpangan pendidikan nasional?
Sejumlah pengamat pendidikan menilai, digitalisasi tidak boleh hanya berhenti pada penyediaan alat, melainkan harus menyentuh fondasi mendasar, seperti akses internet yang stabil, kapasitas guru dalam literasi digital, serta kurikulum yang relevan dengan kebutuhan abad 21. Fakta di lapangan menunjukkan masih banyak sekolah di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) yang bahkan kekurangan listrik, apalagi jaringan internet.
Kalau pemerintah hanya fokus pada distribusi televisi atau perangkat, ini justru akan melanggengkan kesenjangan. Sekolah di kota besar mungkin bisa memanfaatkan, tapi bagaimana dengan sekolah di pedalaman yang tidak punya listrik memadai?ÃÂ ujar seorang peneliti pendidikan.
Komitmen Kemendikdasmen untuk memperkuat ekosistem pembelajaran digital memang patut diapresiasi. Akan tetapi, tanpa roadmap yang jelas dan strategi pendampingan yang menyeluruh, program ini berpotensi menjadi proyek mercusuar: megah secara konsep, tapi timpang dalam implementasi.
Dengan demikian, tantangan terbesar bukan hanya menyediakan fasilitas digital, melainkan memastikan semua peserta didik, baik di pusat kota maupun pelosok negeri, dapat menggunakan dan merasakan manfaatnya secara adil. Jika tidak, digitalisasi pendidikan hanya akan menambah jurang ketidakadilan yang sudah ada.
Saya ingin ada digitalisasi sekolah-sekolah. Kita akan taruh layar-layar televisi di setiap sekolah kita. Di situ kita bisa memberi materi pelajaran yang terbaik, dan ini bisa bermanfaat untuk sekolah-sekolah, apalagi di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah terluar, ataupun di daerah-daerah kota yang mengalami kesulitan mendapat bahan atau guru yang ahli di bidang-bidang tertentu, kata Presiden Prabowo.
Presiden Prabowo Subianto juga menargetkan dalam satu tahun ke depan, seluruh sekolah di Indonesia mempunyai layar televisi atau Interactive Flat Panel (IFP) untuk pembelajaran digital. Dengan demikian, hal ini akan membantu sekolah-sekolah, terutama di daerah terpencil, mendapatkan materi belajar yang berkualitas.
Dalam pelaksanaannya, digitalisasi pembelajaran dikuatkan dengan penyediaan perangkat media seperti IFP, laptop, media penyimpanan konten pembelajaran (external HDD), dan lainnya. Tahun ini, sekolah sasaran yang akan menerima perangkat media yang telah terinstall konten pembelajaran sebanyak 288.865 sekolah, dan hingga bulan Agustus ini sudah berlangsung pengiriman untuk tahap 1.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Gogot Suharwoto, mengatakan bahwa digitalisasi pembelajaran yang berangkat dari Instruksi Presiden merupakan media untuk membangun ekosistem digital classroom dan pembelajaran berbasis teknologi yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Sekolah-sekolah yang menerima IFP juga kita latih dalam bentuk bimbingan teknis agar optimal dalam penggunaan fitur-fitur yang ada,ÃÂ kata Dirjen Gogot.
Sesuai rencana, tambah Dirjen Gogot, perangkat media itu akan dikirim ke sekolah sasaran di seluruh Indonesia. Kemendikdasmen berkomitmen melaksanakan Inpres tersebut, merealisasikan program ini sebaik-baiknya dengan menyalurkan IFP ke seluruh sekolah baik negeri maupun swasta.
"Selain proses pengiriman tahap 1 sedang berlangsung, kami juga terus melakukan konfirmasi kepada sekolah sekolah penerima terkait kesiapan mereka sebelum dilakukan pengiriman. Sehingga program digitalisasi ini tepat sasaran dan benar benar digunakan untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan pendidikan," ujar Gogot.
Terakhir, Gogot mengajak masyarakat bersama sama-sama mengawal program ini untuk tepat sasaran, demi mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua.
Hasil Penelitian
Sejumlah pengamat pendidikan menilai, digitalisasi tidak boleh hanya berhenti pada penyediaan alat, melainkan harus menyentuh fondasi mendasar, seperti akses internet yang stabil, kapasitas guru dalam literasi digital, serta kurikulum yang relevan dengan kebutuhan abad 21. Fakta di lapangan menunjukkan masih banyak sekolah di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) yang bahkan kekurangan listrik, apalagi jaringan internet.
Kritik semakin tajam datang dari kalangan pemerhati pendidikan anak usia dini. Berbagai penelitian, termasuk studi dari UNICEF dan beberapa lembaga akademik di Indonesia, menunjukkan bahwa digitalisasi pada jenjang PAUD justru tidak memiliki urgensi tinggi.
Anak usia dini lebih membutuhkan stimulasi interaksi langsung, kegiatan motorik, dan lingkungan bermain yang mendukung tumbuh kembangnya. Paparan digital di usia dini, jika berlebihan, justru dapat menghambat perkembangan sosial-emosional anak, kata seorang pakar pendidikan anak.
Dengan demikian, memaksakan digitalisasi di jenjang PAUD berpotensi tidak hanya sia-sia, tetapi juga kontraproduktif terhadap prinsip best interest of the child.
Komitmen Kemendikdasmen untuk memperkuat ekosistem pembelajaran digital memang patut diapresiasi. Akan tetapi, tanpa roadmap yang jelas dan diferensiasi kebijakan antar jenjang pendidikan, program ini berpotensi menjadi proyek mercusuar: megah secara konsep, tapi timpang dalam implementasi.
Tantangan terbesar bukan hanya menyediakan fasilitas digital, melainkan memastikan semua peserta didik, baik di pusat kota maupun pelosok negeri, dapat menggunakan dan merasakan manfaatnya secara adil. Jika tidak, digitalisasi pendidikan hanya akan menambah jurang ketidakadilan, bahkan mengabaikan kebutuhan fundamental anak di usia dini.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar