Schoolmedia News Jakarta == Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas (ratas) bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka serta sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (25/8/2025). Rapat tersebut membahas evaluasi program ekonomi 2025 sekaligus menyiapkan arah kebijakan tahun 2026, dengan salah satu agenda utama yaitu percepatan program elektrifikasi desa.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam keterangan pers usai rapat menyampaikan bahwa masih terdapat ribuan desa dan dusun di Indonesia yang hingga kini belum terjangkau aliran listrik. Menurutnya, hal ini menjadi fokus serius pemerintah karena menyangkut akses dasar masyarakat di pelosok.
''Dari sisi energi, kita akan mencoba untuk membangun 5.700 desa yang belum teraliri listrik dan 4.400 dusun. Target penyelesaiannya 2029-2030. Anggarannya sedang dihitung, tapi mulai 2025 akan diajukan di perubahan anggaran, dan pada 2026 sudah masuk dalam pos anggaran,''Â jelas Bahlil.
Ia menegaskan bahwa program listrik desa bukan semata-mata soal hitung-hitungan ekonomi, melainkan bukti nyata kehadiran negara. ''Tadi kami melaporkan kepada Bapak Presiden, ini urusan rakyat kecil di bawah, tidak bisa dihitung dengan kalkulasi bisnis. Bapak Presiden menegaskan agar anggaran segera disiapkan. Ini mandat langsung,''Â ujarnya.
Selain elektrifikasi desa, rapat juga membahas strategi pengaturan subsidi energi agar lebih tepat sasaran. Pemerintah berencana mengatur distribusi solar bersubsidi dengan mekanisme berbasis komunitas, serta pembatasan kuota yang akan dikendalikan dengan data tunggal dari Badan Pusat Statistik (BPS).
ââ¬ÅKita nanti berbasis komunitas, tapi dieselnya sampai dengan diesel-7 atau diesel-8. Jadi kuotanya akan dikontrol ketat, dan data yang digunakan akan disesuaikan dengan data tunggal dari BPS. Teknisnya akan kita finalkan setelah APBN disahkan,ââ¬Â papar Bahlil.
Meski target besar telah diumumkan, sejumlah catatan kritis patut dicermati terkait pelaksanaan program ini. Pertama, permasalahan klasik keterlambatan proyek infrastruktur listrik di desa sering kali bukan hanya soal anggaran, tetapi juga perencanaan teknis, distribusi material, dan kendala geografis. Indonesia sebagai negara kepulauan menghadapi tantangan berat dalam menjangkau wilayah terpencil, terutama di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Banyak proyek sebelumnya tersendat karena kondisi medan dan biaya logistik yang tinggi.
Kedua, penggunaan energi fosil dalam program elektrifikasi berpotensi memunculkan kontradiksi dengan agenda transisi energi bersih. Jika pembangunan listrik desa masih bertumpu pada PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel), maka ketergantungan terhadap BBM subsidi akan meningkat, padahal pemerintah sendiri berencana menekan beban subsidi energi. Pemanfaatan energi terbarukan seperti tenaga surya, mikrohidro, dan biomassa seharusnya menjadi prioritas utama agar program ini berkelanjutan.
Ketiga, kepastian anggaran juga menjadi sorotan. Dengan target 10.100 lokasi (desa dan dusun) hingga 2030, dibutuhkan investasi yang tidak kecil. Belum jelas bagaimana pembagian skema pendanaan antara APBN, BUMN, maupun kerja sama swasta. Risiko tumpang tindih program juga terbuka, mengingat beberapa kementerian dan PLN kerap meluncurkan program serupa dengan nomenklatur berbeda.
Keempat, pengawasan distribusi subsidi energi berbasis komunitas perlu disiapkan secara transparan. Penggunaan data BPS memang menjadi langkah maju, tetapi akurasi di lapangan masih dipertanyakan. Mekanisme pengendalian kuota BBM rentan menimbulkan praktik penyalahgunaan, terutama di daerah terpencil yang minim pengawasan.
Program listrik desa sejatinya adalah amanat konstitusi: menghadirkan pelayanan dasar bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali. Komitmen Presiden Prabowo mempercepat elektrifikasi menjadi langkah penting, tetapi harus diimbangi dengan tata kelola yang transparan, strategi energi berkelanjutan, serta perencanaan yang realistis di lapangan. Tanpa itu, target 5.700 desa dan 4.400 dusun bisa saja kembali sekadar angka di atas kertas.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar