
Mahasiswa UT Gugat UU Pendidikan Tinggi ke MK, Soroti Kepastian Hukum Sistem Penilaian PJJ
Schoolmedia News Jakarta â Sebanyak 13 mahasiswa Universitas Terbuka (UT) resmi mengajukan gugatan uji materiil Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (16/12/2025). Gugatan tersebut teregister sebagai Perkara Nomor 243/PUU-XXIII/2025 dan telah diperiksa dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Jakarta.
Sidang panel dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, bersama hakim Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh. Dalam persidangan, para pemohon didampingi kuasa hukum Ratu Eka Shaira menyampaikan dalil bahwa pasal yang diuji belum memberikan kepastian hukum terkait sistem penilaian dalam penyelenggaraan pendidikan jarak jauh (PJJ).
Menurut para mahasiswa, norma pada pasal itu hanya menyebutkan bahwa PJJ âdiselenggarakan dengan sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai Standar Nasional Pendidikan Tinggiâ tanpa batasan maupun parameter yang jelas tentang proporsionalitas dan standar penilaian. Ketidakjelasan tersebut dinilai membuka ruang penerapan kebijakan yang sangat beragam antarpenyelenggara, berpotensi menimbulkan ketidakadilan akademik, serta kurangnya kepastian hukum bagi mahasiswa PJJ di berbagai perguruan tinggi.
Para pemohon juga menyatakan bahwa norma yang dipersoalkan bertentangan dengan beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945, termasuk hak atas pendidikan yang adil dan bermakna, serta hak atas kepastian hukum dan perlindungan yang sama di hadapan hukum. Mereka meminta Mahkamah agar pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat atau setidaknya supaya frasa tentang sistem penilaian âmenjamin mutu lulusanâ diartikan sebagai kewajiban untuk menetapkan batasan hukum minimum yang jelas dalam peraturan pelaksana.
Kuasa hukum pemohon menjelaskan bahwa hak atas pendidikan yang dijamin konstitusi tidak hanya berupa hak administratif terdaftar sebagai mahasiswa, tetapi juga mencakup hak memperoleh proses pendidikan yang adil, rasional, bermakna, dan berkeadilan, termasuk dalam sistem evaluasi dan penilaian.
Hingga saat ini, Mahkamah Konstitusi belum menjadwalkan lanjutan sidang untuk perkara ini. Sementara itu, perjuangan para pemohon menjadi sorotan tersendiri dalam konteks berkembangnya penyelenggaraan pendidikan jarak jauh di Indonesia, terutama di era digital yang kian menuntut kepastian aturan dan perlindungan hak akademik yang setara.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar