Cari

Istiqlal dan Semangat Kebangsaan: Merawat Masjid Negara dengan Gotong Royong



Schoolmedia News Jakarta == Di bawah bayang kubah megah Masjid Istiqlal, gema azan tak hanya memanggil umat untuk beribadah, tetapi juga menjadi panggilan bagi bangsa untuk memperkuat tata kelola dan sinergi kebangsaan. Masjid terbesar di Asia Tenggara itu kini kembali menjadi pusat perhatian pemerintah, bukan semata karena kemegahannya, tetapi karena urgensi pengelolaan yang semakin kompleks seiring meningkatnya peran sosial dan spiritualnya di tengah masyarakat.

Di ruang rapat lantai tujuh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kamis (6/11/2025), para pejabat dari berbagai kementerian dan lembaga berkumpul dalam Rapat Koordinasi Dewan Pengarah dan Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI). Di balik meja panjang yang dipenuhi dokumen, data anggaran, dan rencana kerja, terselip satu tekad bersama: memperkuat tata kelola Masjid Istiqlal agar benar-benar menjadi simbol keagungan sekaligus keteladanan tata kelola rumah ibadah di Indonesia.

Rapat dipimpin oleh Deputi Bidang Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa Kemenko PMK, Warsito, yang menegaskan bahwa Istiqlal bukan sekadar bangunan monumental, melainkan “jantung spiritual dan karakter bangsa.”

“Masjid Istiqlal harus menjadi contoh bagi masjid-masjid di daerah dalam tata kelola dan inovasi sosial keagamaan,” ujar Warsito membuka rapat. “Kegiatan di Istiqlal perlu selaras dengan upaya pemerintah dalam pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas SDM, serta memperkuat toleransi antarumat beragama.”

Masjid Negara dan Amanat Kebangsaaan 

Amanat itu bukan tanpa dasar. Sejak diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Masjid Istiqlal—dan diperbarui melalui Perpres Nomor 46 Tahun 2023—Istiqlal ditetapkan secara resmi sebagai masjid negara. Artinya, pengelolaannya tidak hanya menjadi urusan keagamaan semata, tetapi juga menyangkut representasi negara dalam merawat nilai-nilai keislaman yang moderat dan kebangsaan yang inklusif.

Namun, tugas itu jelas tidak ringan. Dari urusan fisik hingga sosial, dari listrik hingga dakwah, semua membutuhkan dukungan lintas sektor.

Warsito menegaskan, koordinasi di antara kementerian dan lembaga harus berjalan “dari perencanaan hingga evaluasi.” Ia menambahkan, pengelolaan Istiqlal tidak boleh berhenti di urusan internal, tetapi harus sejalan dengan prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.

“Istiqlal adalah simbol sinergi, bukan hanya simbol ibadah. Di sinilah nilai-nilai gotong royong bangsa diuji dalam bentuk nyata,” tegasnya.

Masjid Istiqlal, dengan luas hampir 10 hektare, memang menuntut tata kelola yang cermat. Wida Nurfaida, Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dalam kesempatan itu memastikan dukungan kementeriannya terhadap pemeliharaan fisik masjid.

“Setiap tahun kami mengalokasikan anggaran rutin untuk pemeliharaan sistem pendingin udara, kebersihan, mekanikal, dan elektrikal,” ujarnya. “Ini bagian dari tanggung jawab menjaga kualitas bangunan yang menjadi kebanggaan bangsa.”

Namun di sisi lain, tantangan pembiayaan operasional tetap besar. Kepala Sekretariat BPMI, Neneng Fatimah, mengungkapkan fakta yang cukup mencengangkan: biaya listrik Masjid Istiqlal mencapai lebih dari Rp200 juta setiap bulan, belum termasuk gaji sekitar 250 petugas keamanan dan kebersihan.

“Kegiatan keagamaan dan sosial di Istiqlal semakin banyak, jamaah pun terus bertambah. Tapi dukungan anggaran belum sebanding,” tutur Neneng.

Dari sisi keuangan, Kementerian Agama juga memberikan dukungan melalui hibah operasional. Namun, seperti diakui Kepala Biro Keuangan dan BMN Kemenag, alokasi tersebut belum mampu menutup seluruh kebutuhan, terutama di tengah meningkatnya kegiatan dan layanan publik yang digelar Istiqlal setiap tahunnya.

Tak hanya kementerian, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga hadir dan menegaskan komitmennya. Dalam rapat, perwakilan Pemprov DKI menyampaikan kesiapan memperkuat dukungan untuk aspek kebersihan, keamanan, dan dana hibah kegiatan.

Bagi Pemprov DKI, Istiqlal bukan sekadar ikon nasional, tetapi juga bagian dari wajah kota Jakarta. “Kami ingin memastikan Istiqlal selalu menjadi ruang publik yang bersih, aman, dan ramah untuk semua warga,” ujar perwakilan Pemprov.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan, mengingatkan dimensi spiritual dari semua pembahasan teknis itu. Ia mengusulkan agar rapat Dewan Pengarah dilakukan lebih intensif, bukan hanya membahas anggaran, tetapi juga menyentuh peningkatan pelayanan dan kesejahteraan umat.

“Masjid harus menjadi tempat yang nyaman untuk beribadah, tempat berlindung bagi mereka yang membutuhkan, serta ruang yang akomodatif terhadap kesulitan warga,” ujar Amirsyah, yang dikenal sebagai ulama dengan perhatian besar terhadap fungsi sosial masjid.

Transparansi dan Akuntabilitas 

Menutup rapat, Warsito memberikan sejumlah arahan strategis. Pertama, agar BPMI segera menyusun laporan kinerja tahun 2025 dan menyampaikannya kepada Presiden. Kedua, menyusun rencana kerja tahun 2026 agar sinergi antar kementerian dapat menyesuaikan dengan kebutuhan nyata lapangan. Ketiga, mendorong Kementerian Agama untuk menuntaskan penataan aset serta menerapkan sistem operasional yang lebih transparan dan akuntabel.

“Masjid Istiqlal harus menjadi contoh bukan hanya dalam ibadah, tetapi juga dalam tata kelola yang baik, efisien, dan bisa dipertanggungjawabkan,” tegas Warsito.

Rapat pun ditutup dengan satu kesepahaman: bahwa pengelolaan Istiqlal adalah tanggung jawab kolektif bangsa. Ia bukan sekadar bangunan megah di tengah Jakarta, melainkan manifestasi semangat kemerdekaan (istiqlal) itu sendiri — kemandirian yang bersandar pada kebersamaan.

Lebih dari sekadar rumah ibadah, Istiqlal juga dikenal sebagai simbol toleransi. Letaknya yang berhadapan dengan Gereja Katedral Jakarta menjadi bukti konkret bagaimana kerukunan beragama dirawat dalam ruang publik. Dalam berbagai kesempatan, Istiqlal kerap menjadi lokasi peringatan nasional, dialog antaragama, hingga aksi sosial lintas iman.

Dengan semakin kuatnya sinergi lintas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, pemerintah menargetkan Masjid Istiqlal menjadi pusat dakwah moderat dan inspirasi tata kelola masjid di seluruh Indonesia.

“Inilah semangat yang ingin kita rawat,” tutup Warsito. “Bahwa Masjid Istiqlal tidak hanya berdiri megah di pusat ibu kota, tetapi juga berdiri tegak sebagai simbol kemajuan peradaban, persaudaraan, dan karakter bangsa.”


Lipsus Selanjutnya
Langkah-Langkah Pencegahan Bullying yang Efektif di Sekolah, Belajar Dari Kasus SMAN 72 Jakarta Utara
Lipsus Sebelumnya
Hingga Awal November 26 Siswa Bunuh Diri, KPAI Dorong Penerapan Sistem Deteksi Dini dan Dukungan Psikologis Awal untuk Cegah Kasus Siswa Depresi

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar