Cari

Program SMK Mendunia Antara Antusiasme dan Realitas yang Mengikat


Schoolmedia News Jakarta – Puluhan kepala SMK negeri dan swasta dari Jabodetabek dan Lampung terlihat antusias mengikuti acara Sinergi SMK Mendunia: Mempersiapkan Lulusan SMK untuk Pasar Kerja Global. Tak hanya itu, 520 SMK dari seluruh Indonesia hingga Malaysia turut bergabung secara daring, menunjukkan perhatian besar pada masa depan pendidikan vokasi.

Acara dibuka langsung oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, yang menekankan pentingnya mempersiapkan lulusan SMK agar berdaya saing internasional.

“Kita tidak ingin mengirimkan pekerja kasar, tetapi tenaga profesional yang mengharumkan nama Indonesia di panggung dunia,” ujarnya.

Program SMK Mendunia digagas sebagai gerakan sinergi antara pemerintah, dunia industri, sekolah, dan mitra internasional. Harapannya bukan sekadar membuka jalan kerja di luar negeri, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan lulusan serta citra bangsa.

Namun, pertanyaan kritisnya: apakah program ini benar-benar mampu menjawab persoalan mendasar SMK di Indonesia, atau sekadar menambah daftar jargon pendidikan yang berbunyi megah namun rapuh di akar rumput?

Pemerintah kini mendorong model SMK 4 tahun, baik penuh sejak awal maupun skema 3+1, di mana tahun keempat difokuskan pada pelatihan intensif keterampilan kerja, magang, dan penguasaan bahasa asing.

Tatang Muttaqin, Dirjen Pendidikan Vokasi PKPLK, menegaskan bahwa rancangan regulasi SMK 4 tahun telah siap.
“Draf regulasi SMK 4 tahun telah siap dan akan kami sempurnakan dengan masukan praktik baik dari sekolah, agar implementasinya lebih mudah dan terasa di lapangan,” jelasnya.

Optimisme pemerintah diperkuat dengan rencana sinergi lintas kementerian dan kolaborasi dengan KP2MI serta kedutaan besar, terutama dalam penyediaan fasilitas dan skema pendanaan seperti dana talangan bagi siswa yang ingin bekerja di luar negeri.

Namun di titik ini muncul catatan kritis: pembicaraan regulasi, fasilitas, hingga pendanaan kerap berhenti di forum seminar. Implementasi di lapangan sering kali tersendat oleh birokrasi, minimnya keterlibatan industri secara nyata, dan disparitas antara SMK perkotaan dengan SMK di daerah.

Antusiasme para kepala sekolah mencerminkan harapan besar.
Lusi, Kepala SMKN 1 Depok, menganggap program ini membuka wawasan baru. “Kegiatan ini sangat bermanfaat karena memberi banyak informasi baru. Kami juga bisa saling bertukar pengalaman sehingga wawasan kami soal peluang kerja lulusan di luar negeri semakin terbuka,” ujarnya.

Menurutnya, opsi SMK 4 tahun layak dijalankan secara opsional. “Untuk siswa yang ingin bekerja di luar negeri, program empat tahun menarik. Namun, program tiga tahun tetap relevan untuk siswa yang memilih bekerja di dalam negeri,” tambahnya.

Catatan penting dari Lusi menyingkap persoalan klasik: akses informasi dan pembiayaan. Banyak siswa berminat, namun terbentur keterbatasan biaya. Jika masalah struktural ini tidak ditangani, maka SMK 4 tahun hanya akan menguntungkan segelintir siswa dari keluarga mampu.

Dalam sesi dialog, para kepala sekolah menyuarakan tantangan praktis:

  • Suyanto (SMK Pelayaran Muhammadiyah Tuban) meminta fasilitas keselamatan laut dan simulator.

  • Abdul Hayyi (SMKN 7 Jember) menekankan mekanisme dana talangan bagi siswa kurang mampu.

  • Sudio (SMKN 1 Cibinong) menyoroti regulasi bagi siswa yang sudah direkrut industri sebelum lulus.

  • Lilis (SMK PPN Tanjungsari) mengungkapkan ada siswa batal ke Jepang karena keterbatasan biaya dan jaminan.

  • Osda (SMKN 18 Jakarta) meminta agar program luar negeri diarahkan untuk lulusan, bukan siswa kelas 12 yang masih sibuk ujian.

Ragam aspirasi ini menunjukkan bahwa gagasan besar SMK Mendunia belum menjawab persoalan teknis yang paling dekat dengan siswa: biaya, regulasi, fasilitas, dan kepastian hukum.

Program SMK Mendunia membawa semangat besar. Namun, pengalaman masa lalu memberi pelajaran bahwa jargon link and match, revitalisasi SMK, hingga teaching factory kerap terhenti di seremoni dan laporan.

Beberapa catatan penting yang patut diperhatikan:

  • Disparitas kualitas SMK masih lebar, baik dari sisi fasilitas maupun guru produktif.

  • Kesiapan industri belum sejalan dengan semangat pemerintah. Banyak industri hanya menjadi mitra simbolis, bukan pemberi peluang nyata.

  • Persoalan biaya masih membayangi siswa dari keluarga miskin. Tanpa skema pembiayaan yang jelas, SMK Mendunia bisa memperlebar jurang sosial.

  • Kecepatan perubahan kurikulum sering kalah dari laju transformasi industri global, sehingga lulusan tetap berisiko tertinggal.

    Tim Schoolmedia

Lipsus Selanjutnya
Duta SMA Mendapat Amanah Sosialisasikan TKA Kepada Teman Sebaya di Sekolah
Lipsus Sebelumnya
UGM Beri Penghargaan ke Pemda untuk Kinerja Tata Kelola Transformasi Digital Terbaik 2025

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar