Cari

Pemerintah Matangkan Program Magang Nasional untuk Fresh Graduate


Schoolmedia News Jakarta – Di sebuah kafe kecil di Depok, Rani (23), lulusan baru salah satu perguruan tinggi negeri, tengah sibuk mengirimkan lamaran kerja melalui laptopnya. Sudah lebih dari enam bulan ia menunggu panggilan pekerjaan tetap. “Kadang saya ditolak karena dianggap belum punya pengalaman kerja. Padahal, kalau tidak diberi kesempatan, bagaimana saya bisa punya pengalaman?” keluhnya.

Kisah Rani hanyalah satu dari ribuan cerita fresh graduate yang berjuang menembus ketatnya pasar tenaga kerja. Di tengah situasi ini, pemerintah mengumumkan akan meluncurkan Program Magang Nasional bagi lulusan baru perguruan tinggi. Program ini ditargetkan mulai berjalan pada kuartal IV 2025 dan menjadi jembatan antara dunia akademik dengan dunia industri.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekon) Airlangga Hartarto menegaskan bahwa program ini merupakan prioritas nasional yang tengah dimatangkan bersama Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.

“Program magang sedang dimatangkan Menristekdikti. Tapi salah satunya adalah mereka yang eligible adalah yang lulus maksimal satu tahun. Sehingga bisa fresh graduate, bisa ditangkap,” ujar Airlangga usai menghadiri rapat terbatas yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (16/9/2025).

Melalui program ini, pemerintah membuka peluang bagi semua perusahaan, baik swasta maupun BUMN, untuk menerima peserta magang. Skema yang disebut link and match ini diharapkan mempererat hubungan antara perguruan tinggi dan dunia usaha.

“Perusahaan semuanya bisa, swasta atau milik negara, dan akan ada kerja sama link and match antara perguruan tinggi dan perusahaan-perusahaan tersebut,” kata Airlangga.

Peserta magang akan mendapatkan upah sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) daerah masing-masing. Pemerintah pun berkomitmen menanggung biaya upah peserta selama enam bulan.

Bagi Rani, kabar ini bagai angin segar. “Kalau memang benar digaji sesuai UMP, itu lumayan banget buat bertahan hidup sambil belajar kerja. Setidaknya ada pengakuan bahwa kami juga butuh penghasilan,” ucapnya penuh harap.

Banyak fresh graduate lain melihat program ini sebagai peluang untuk mendapatkan pengalaman kerja nyata, memperluas jejaring profesional, sekaligus meningkatkan daya tawar saat melamar pekerjaan.

Suara Dunia Usaha

Dari sisi perusahaan, program ini dianggap bisa memberi keuntungan sekaligus tantangan.

Anton Wijaya, Direktur HR di sebuah perusahaan manufaktur di Bekasi, menilai program ini bermanfaat karena membantu perusahaan mencari talenta muda. “Bagi kami, magang ini kesempatan untuk melihat potensi anak muda sebelum direkrut tetap. Apalagi kalau pemerintah menanggung gajinya enam bulan pertama, itu meringankan,” katanya.

Namun, Anton juga memberi catatan. “Tantangannya ada di kualitas dan relevansi lulusan. Kadang kami menerima magang yang jurusannya tidak sesuai kebutuhan. Kalau tidak ada mekanisme penyaringan yang baik, perusahaan bisa kewalahan menyesuaikan.”

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyambut positif, tapi mengingatkan agar pemerintah memastikan keberlanjutan. “Jangan sampai magang hanya jadi proyek jangka pendek. Harus ada dorongan agar perusahaan juga serius membimbing peserta, bukan sekadar memanfaatkan tenaga kerja murah,” ujar seorang pengurus Apindo.

Meski menjanjikan, kebijakan ini menyisakan sejumlah catatan kritis:

  1. Jangka Waktu Terbatas
    Program ini hanya menanggung upah selama enam bulan. Setelah itu, nasib peserta bergantung pada perusahaan. Tanpa komitmen perekrutan, program berpotensi hanya menjadi tenaga kerja murah sementara.

  2. Potensi Eksploitasi
    Dengan skema massal dan melibatkan banyak perusahaan, pengawasan menjadi tantangan besar. Ada risiko perusahaan memanfaatkan program ini sekadar untuk menekan biaya tenaga kerja.

  3. Relevansi dengan Keterampilan
    Program ini menekankan link and match, namun belum jelas mekanisme agar peserta magang ditempatkan sesuai bidang keilmuan mereka. Tanpa penyelarasan, lulusan berpotensi terjebak di posisi yang tidak mendukung pengembangan kariernya.

  4. Pemerataan Kesempatan
    Lulusan perguruan tinggi di daerah terpencil bisa jadi kesulitan mengakses perusahaan yang membuka magang. Jika tidak diimbangi dengan dukungan infrastruktur dan jaminan pemerataan, program ini bisa hanya menguntungkan lulusan di kota-kota besar.

  5. Solusi Parsial terhadap Pengangguran Terdidik
    Pengangguran sarjana di Indonesia tidak hanya soal pengalaman, tetapi juga ketidakseimbangan jumlah lulusan dengan ketersediaan lapangan kerja. Program magang bisa membantu sementara, namun tidak menyentuh akar masalah struktural ini.

Program Magang Nasional jelas menghadirkan harapan bagi fresh graduate seperti Rani. Perusahaan pun melihat peluang untuk menemukan calon karyawan potensial. Namun, tanpa pengawasan yang ketat dan jaminan keberlanjutan, kebijakan ini bisa kehilangan tujuannya.

“Kalau benar-benar ada peluang lanjut kerja setelah magang, itu akan sangat membantu. Bukan cuma buat saya, tapi juga banyak teman yang nasibnya sama,” ujar Rani penuh harapan.

Kini, publik menunggu apakah program ini benar-benar bisa menjadi solusi nyata mengurangi pengangguran terdidik, atau hanya menjadi tambalan sementara dalam menghadapi kompleksitas dunia kerja Indonesia.

Tim Schoolmedia

Berita Sebelumnya
Presiden Lakukan Resuffle Kabinet ke 3, Komitmen Pemerintah Bersih Diharapkan

Berita Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar