'Emas Hitam' dan Kura Kura Mimi Momo, Pendidikan Karakter Sejati Dimulai dari Rumah dan Hal Kecil di Satuan PAUD KB-TK Islam Kanita Tiara Sukoharjo
Schoolmedia News SOLO == Setiap Jumat pagi, suasana satuan PAUD TPA/KB/TK Islam Kanita Tiara Sukoharjo, Jawa Tengah tampak lebih semarak dari biasanya. Bukan karena ada acara khusus, melainkan karena pemandangan unik yang rutin terjadi. Para orang tua dan anak-anak berdatangan sambil membawa botol berisi minyak jelantah, tutup botol warna-warni, bahkan tanaman hias.
Pemandangan ini mungkin tak lazim di sekolah lain, namun di sekolah ini, setiap benda yang dibawa memiliki makna mendalam untuk menanamkan pendidikan karakter sejak dini.
Inilah praktik baik yang digagas dan disampaikan oleh Dr. Ria Winanti, M.Pd., seorang praktisi dan pakar pendidikan anak usia dini yang menjadi Kepala Satuan PAUD KB dan TK Islam Kanita Tiara. Lewat narasi praktik baik yang ia sampaikan, ia membuktikan bahwa pendidikan karakter sejati bisa dimulai dari rumah dan hal-hal kecil.
Emas Hitam dan Tumpukan Tutup Botol
Salah satu program andalan yang diterapkan di sekolah ini adalah Bank Emas Hitam, sebuah nama unik untuk mengumpulkan minyak jelantah sisa memasak. Alih-alih dibuang dan mencemari lingkungan, minyak bekas ini diubah menjadi sedekah penuh nilai oleh para orang tua.
'Minyak bekas itu kami sebut emas hitam. Kalau dibuang sembarangan, mencemari. Tapi jika dikumpulkan, bisa jadi amal, jadi pembelajaran,' ujar Bunda Ria yang sejak 2 Juni 1995 merintis satuan PAUD yang semula hanya memiliki 40 siswa kini memiliki 256 murid dengan 14 rombongan belajar yang dilayani oleh 28 pendidik dan tenaga kependidikan.
Tak hanya minyak jelantah, anak-anak juga diajak mengumpulkan tutup botol bekas. Di tangan para guru kreatif, benda sederhana itu disulap menjadi media pembelajaran interaktif. Tutup botol digunakan untuk berhitung, mengelompokkan warna, hingga membuat berbagai pola bentuk, mengajarkan anak-anak tentang manfaat daur ulang dan kreativitas.
Bangun Kebiasaan Membaca Sejak AUD
Program unik lainnya adalah tukar buku yang dilakukan setiap hari Selasa. Buku cerita yang sudah dibaca anak bersama orang tuanya selama seminggu akan dibawa kembali ke sekolah untuk ditukar dengan buku lain.
''Dengan cara ini, anak-anak membaca lebih banyak judul buku tanpa harus membeli. Koleksi sekolah menjadi lebih dinamis, dan kebiasaan membaca tumbuh dari rumah,'' jelas guru yang semula mengajar di SD Negeri Sukoharjo yang beralih menjadi guru PAUD sejak 1994. Bunda Ria telah menulis 210 buku cerita anak dan sejumlah lagu anak.
Melalui program ini, buku bukan lagi sekadar hadiah satu arah, melainkan media interaksi yang mempererat ikatan antara orang tua dan anak, sekaligus menumbuhkan kecintaan terhadap literasi.
Pelibatan orang tua juga terlihat nyata dalam wujud fisik. Demi menciptakan lingkungan belajar yang hijau dan asri, orang tua diminta membawa minimal satu tanaman hias. Bahkan, ada yang membawa dua hingga tiga tanaman sekaligus.
Sekolah ini bahkan memanfaatkan lahan pinjaman dari warga untuk diolah menjadi taman pembelajaran. Anak-anak diberi kapling kecil untuk berkebun, sementara orang tua bergotong-royong menghias taman menjelang peringatan Hari Kemerdekaan. Inilah kekuatan gotong royong,Âkata guru tersebut. Dengan pembagian per kelompok, beban sekolah jadi lebih ringan, dan kebersamaan lebih terasa.
Belajar Dari Kelinci hingga Kura-Kura
Pendidikan karakter spiritual dan kepedulian juga ditanamkan melalui kehadiran hewan peliharaan. Ada kelinci, kura-kura, dan burung yang dirawat bersama. Anak-anak bergantian memberi makan, membersihkan kandang, dan menyayangi makhluk hidup.
Kelinci ini sekarang sudah beranak pinak. Alhamdulillah, ada yang kami berikan gratis, ada juga yang mulai dibeli orang, ujar sang guru sambil tersenyum.
Satu kelinci bisa melahirkan 6 hingga 8 ekor setiap dua bulan. Awalnya kami pelihara dan menjadi sahabat anak-anak tetapi karena terus berkembang baik akhirnya kami jual, ujarnya.
Hewan-hewan ini tak hanya menjadi hiburan, tetapi juga alat edukasi yang efektif. Anak-anak belajar bertanggung jawab, peka terhadap makhluk lain, dan menumbuhkan rasa syukur kepada Tuhan, persis seperti dua burung yang diberi nama 'Bagus dan Bagas dan kura-kura Mimi dan Momo'.
Secara keseluruhan, berbagai program ini bukan sekadar kegiatan rutin, melainkan bagian dari pendidikan akhlak dan keimanan yang holistik. Anak-anak tidak hanya diajari membaca dan berhitung, tetapi juga belajar mencintai lingkungan, menyayangi makhluk hidup, dan bersyukur atas ciptaan-Nya.
Inilah pendidikan sejati. Kolaborasi antara sekolah dan orang tua menjadi kunci keberhasilannya,Âpungkas sang guru.
Tentang Dr. Ria Winanti, S.Pd., M.Pd.
Dr. Ria Winanti, seorang praktisi pendidikan anak usia dini, lahir di Surakarta pada 10 September 1967. Dengan latar belakang pendidikan S1 di Universitas Widya Dharma Klaten, S2 di Universitas Negeri Yogyakarta, dan S3 di UIN Raden Mas Said Surakarta, Ria memiliki dedikasi yang tinggi di dunia pendidikan.
Ia adalah pengelola PAUD Percontohan Fatimah, pimpinan Yayasan Pendidikan Fatimah, dan Kepala TK Islam Kanita Tiara. Selain itu, ia juga aktif sebagai Kepala Sekolah Penggerak dan konsultan PAUD.
Pengalamannya mencakup menjadi Asesor BAN PAUD dan PNF sejak 2011, tutor di Universitas Terbuka, serta narasumber di berbagai acara pendidikan. Ria juga seorang penulis buku cerita anak dan menjadi pendongeng di RRI Surakarta.
Berbagai prestasi telah ia raih, di antaranya Juara I Kepala Berprestasi tingkat Jawa Tengah (2017), Juara I mengarang cerita anak dan mendongeng di tingkat nasional (2010), dan Nominator Woman of the Year ANTV (2005).
Motto hidupnya, "Siap sedia menerkam kesempatan baik dan benar jika ia muncul" dan "Bahasa jendela pengetahuan, belajar dengan rasa, hati, pikir dan karya meraih Bahagia dalam Ridho Allah", mencerminkan semangatnya yang tak pernah padam dalam berkarya dan berbagi ilmu.
Penyunting: Eko Harsono
Tinggalkan Komentar