
Schoolmedia News Jakarta == Sekretaris Jenderal Kementerian Agama menegaskan bahwa moderasi beragama bukan hanya wacana teologis, tetapi harus menjadi praktik nyata yang berakar sejak di ruang-ruang kelas. Dalam kegiatan Sosialisasi Moderasi Beragama di lingkungan pendidikan Islam, ia menekankan bahwa sekolah dan madrasah adalah tempat paling strategis untuk menanamkan nilai-nilai toleransi, cinta damai, dan penghargaan terhadap perbedaan.
âModerasi beragama tidak berarti melemahkan keyakinan, tetapi meneguhkan cara beragama yang penuh cinta, kasih, dan saling menghormati.â ujar Kamaruddin saat membuka Kongres Rohis Nasional I tahun 2025, di Hotel Mercure Ancol, Jakarta, Rabu (12/11/2025) malam.
Beliau menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang dibangun di atas keragaman suku, bahasa, budaya, dan agama. Karena itu, pendidikan agama memiliki peran vital dalam menjaga harmoni sosial. âSekolah dan madrasah bukan hanya tempat belajar ilmu pengetahuan, tetapi juga ruang membentuk kesadaran kebangsaan. Guru agama harus mampu mengajarkan bagaimana mencintai perbedaan, bukan takut terhadapnya,â tegasnya.
Kamaruddin mengingatkan bahwa dalam era digital yang penuh disrupsi, tantangan moderasi beragama semakin kompleks. Arus informasi yang cepat, ujarannya, sering kali menimbulkan polarisasi di masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan harus menjadi benteng utama dalam melatih generasi muda agar mampu berpikir kritis dan berempati.
âModerasi bukan berarti semua agama disamakan. Justru kita harus kuat dalam keyakinan, namun lembut dalam pergaulan. Itulah cara terbaik menjaga Indonesia tetap utuh dan damai.â tambahnya.
Dalam paparannya, Kamaruddin mencontohkan praktik pendidikan agama di Inggris yang memberikan ruang dialog antaragama. Di sekolah-sekolah Inggris, siswa dari berbagai keyakinan belajar bersama untuk memahami nilai kemanusiaan universal. âModel seperti ini bisa menginspirasi kita di Indonesia. Kita punya kekayaan spiritual dan budaya yang luar biasa; tinggal bagaimana mengelolanya dengan arif,â ungkapnya.
Lebih lanjut, Kamaruddin mengingatkan bahwa semangat moderasi beragama juga sudah lama hidup dalam tradisi Islam di Nusantara. Ulama terdahulu telah menunjukkan teladan melalui dakwah yang penuh kelembutan dan kearifan lokal. âIslam datang ke Indonesia bukan dengan pedang, tapi dengan keteladanan dan kasih sayang. Itu pelajaran sejarah yang harus terus kita warisi.â katanya.
Ia pun berpesan kepada seluruh guru, dosen, dan tenaga kependidikan agar menjadikan moderasi beragama sebagai pendekatan utama dalam proses belajar mengajar. âJadikan kelas sebagai laboratorium perdamaian. Di sana anak-anak belajar bukan hanya mengenal Tuhan, tetapi juga mengenal manusia dengan segala perbedaannya.â tuturnya.
Menutup sambutannya, Kamaruddin mengajak seluruh civitas akademika untuk menjadi agen perdamaian di lingkungan masing-masing. Ia menegaskan, moderasi beragama adalah bagian dari misi besar pendidikan Islam untuk membangun peradaban yang inklusif, berkeadilan, dan berorientasi pada kemanusiaan.
âTugas kita bukan sekadar mencetak manusia cerdas, tetapi manusia yang mampu hidup berdampingan dalam perbedaan. Inilah esensi dari Islam rahmatan lil âalamin â Islam yang membawa kasih, bukan konflik.â pungkasnya.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar