Cari

Seruan Wamendiktisaintek untuk Aksi Nyata Kesetaraan Gender di Bidang STEAM


Mengakhiri Stereotip, Memaksimalkan Talenta: Seruan Wamendiktisaintek untuk Aksi Nyata Kesetaraan Gender di Bidang STEM

Schoolmedia News Jakarta — Di tengah gemerlap inovasi dan perkembangan teknologi, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Stella Christie, menyoroti bayangan gelap yang masih menghantui dunia akademis dan profesional: bias gender di bidang Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM). Kesenjangan ini, ditegaskannya, bukan soal kompetensi, melainkan masalah bias sosial dan diskriminasi yang mengakar.

Dalam acara bergengsi L'oreal-UNESCO For Women in Science, Wamen Stella membuka mata publik terhadap data yang menunjukkan ketimpangan: perbandingan lulusan STEM laki-laki dan perempuan di Indonesia masih berada di angka 16.91%.

"Bukan karena kemampuan ilmiah perempuan lebih rendah dari laki-laki. Masalahnya adalah bias dan stereotip dalam masyarakat," ujar Wamen Stella di Graha Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek).

Ketika Nama Membayangi Kompetensi

Wamen Stella memaparkan hasil penelitian yang menggarisbawahi betapa halus dan merusaknya bias ini. Studi menunjukkan bahwa Curriculum Vitae (CV) yang isinya identik, secara mengejutkan dinilai berbeda hanya berdasarkan nama yang tercantum.

"CV dengan nama laki-laki cenderung dianggap lebih produktif dan memiliki pengalaman lebih baik dibanding CV dengan nama perempuan, meskipun isinya identik," jelasnya.

Fenomena ini membuktikan adanya bias nyata yang merugikan karier profesional perempuan sejak awal. Untuk melawan hal ini, Wamendiktisaintek memberikan rekomendasi konkret: mendorong agar foto tidak dicantumkan dalam CV saat melamar pekerjaan. Langkah sederhana ini bertujuan untuk memastikan penilaian objektif hanya berdasarkan kompetensi dan pengalaman, bukan stereotip visual atau gender.

Ancaman Bias di Era Kecerdasan Buatan

Tantangan kesetaraan ini ternyata tidak berhenti di ranah manusia, bahkan merayap hingga ke teknologi masa depan. Wamen Stella memberikan peringatan keras mengenai peran Kecerdasan Buatan (AI).

"AI bukan solusi otomatis untuk bias gender. Jika data yang digunakan sudah bias, maka AI justru dapat memperkuat bias tersebut," terangnya.

Pernyataan ini menyoroti bahwa jika algoritma AI dilatih menggunakan data yang mencerminkan ketidaksetaraan gender yang sudah ada di masyarakat—misalnya, kurangnya wanita di posisi senior—maka AI akan cenderung merekomendasikan laki-laki untuk posisi serupa, tanpa disadari memperkuat ketidaksetaraan dalam mentoring akademik, gaji awal, dan peluang karier.

Komitmen dan Seruan Aksi

Mengatasi masalah ini, kata Wamen Stella, memerlukan langkah terstruktur:

 * Kesadaran: Menyikapi stereotip gender dan hambatan sosial yang ada.

 * Pemahaman Data: Memahami data dan sains tentang partisipasi perempuan dalam STEM.

 * Reformasi Sistem: Menghapus diskriminasi dalam sistem pendidikan dan tenaga kerja.

Kemdiktisaintek berkomitmen untuk terus mendorong kebijakan yang memastikan kesetaraan gender dalam pendidikan, penelitian, dan pengembangan karier di bidang STEM. Menghapuskan bias bukan hanya isu keadilan sosial, melainkan juga isu efisiensi ekonomi nasional, sebab membuang potensi perempuan berarti membuang talenta terbaik yang dimiliki bangsa.

Tim Schoolmedia 

Artikel Selanjutnya
Membanggakan! Dari Balik Keterbatasan, Anak Pengemudi Ojol Ini Raih Gelar Cumlaude di UNDIP
Artikel Sebelumnya
Keluarga Pahlawan Nasional Sampaikan Rasa Haru Atas Anugerah Yang Diberikan Pemerintah

Artikel Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar