
Schoolmedia News Jakarta -- Aroma mentega dan vanila menguar dari Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BBPMPV) Bisnis dan Pariwisata di Parung, Jawa Barat, akhir Oktober lalu.
Di balik aroma menggoda itu, tersembunyi sebuah misi ambisius: mencetak guru-guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Indonesia menjadi maestro pastry berkelas dunia.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Layanan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (Ditjen Diksi PKLK), menggandeng Pemerintah Prancis melalui Institut Francais dâIndonesie (IFI) dan Institut Disciples Escoffier untuk menggelar program "Training of Trainers on French Cooking for Vocational Culinary Teachers 2025 (Areas of Pastry)".
Selama 19 hari, mulai 13 hingga 31 Oktober 2025, 26 guru SMK dari berbagai penjuru Indonesia dan 2 instruktur dari BBPMPV Bisnis dan Pariwisata digembleng teknik pastry Prancis oleh para chef profesional.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat, dalam sambutannya menekankan bahwa pelatihan ini bukan sekadar transfer keterampilan teknis.
Lebih dari itu, ia berharap program ini dapat memperkuat jati diri profesional guru vokasi Indonesia di kancah global. "Ini bukan sekadar pelatihan memasak, tetapi juga pertukaran nilai, budaya, dan profesionalisme," ujarnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Tatang Muttaqin, menambahkan bahwa kolaborasi ini diharapkan dapat memadukan kekayaan rasa lokal Indonesia dengan teknik dan estetika kuliner Prancis. Tujuannya jelas: menciptakan lulusan vokasi yang unggul, kreatif, dan siap bersaing di pasar global.
Program ini merupakan bagian dari upaya revitalisasi pendidikan vokasi yang diamanatkan oleh Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022.
Para peserta mendapatkan pelatihan intensif selama 158 Jam Pelajaran (JP), mencakup berbagai aspek, mulai dari pembelajaran pastry Prancis klasik (seperti Madeleine au Miel, Tart Citron Meringue, Paris-Brest, hingga Macaron Pistachio & Framboise), manajemen dapur profesional, standar kebersihan dan keamanan, hingga teknik pengajaran yang efektif dan inovatif.
Investasi atau Sekadar Pencitraan?
Namun, di balik gegap gempita program ini, muncul sejumlah pertanyaan kritis. Apakah pelatihan singkat selama 19 hari cukup untuk mengubah guru SMK menjadi ahli pastry yang kompeten? Mungkinkah para guru ini mampu mentransformasi kurikulum dan metode pengajaran di sekolah mereka setelah kembali dari pelatihan?
Pengamat pendidikan vokasi, Indra Charismiadji, menilai program ini sebagai langkah positif, tetapi menekankan pentingnya keberlanjutan.
"Pelatihan ini bagus sebagai trigger, tapi jangan berhenti di sini. Harus ada pendampingan dan evaluasi berkala untuk memastikan ilmu yang didapat benar-benar diterapkan di sekolah," ujarnya.
Indra juga menyoroti pentingnya melibatkan industri dalam program ini. "Jangan hanya menggandeng lembaga pendidikan asing. Industri pastry di Indonesia juga punya ahli-ahli yang kompeten. Libatkan mereka sebagai mentor atau penguji," katanya.
Selain itu, muncul kekhawatiran bahwa program ini hanya menyasar guru-guru dari sekolah tertentu yang memiliki fasilitas memadai. Bagaimana dengan guru-guru dari SMK di daerah terpencil yang kekurangan peralatan dan bahan baku? Apakah mereka juga mendapatkan kesempatan yang sama?
Testimoni dan Harapan
Terlepas dari berbagai catatan kritis, para peserta pelatihan mengaku mendapatkan manfaat yang besar dari program ini. Violeta Noya, Guru SMKN 5 Ambon, misalnya, mengaku dilatih untuk lebih kreatif mengolaborasikan masakan Indonesia dengan gastronomi Prancis.
"Saya akan menerapkan ilmu ini di sekolah agar siswa lebih memahami teknik memasak modern yang menjadi fondasi kuliner dunia," katanya.
Sri Handayani, guru SMKN 4 Balikpapan, menuturkan bahwa ilmu yang ia terima selama pelatihan memperkaya praktik di teaching factory sekolahnya. "Kami belajar membuat produk-produk baru dengan teknik dan peralatan yang belum pernah saya gunakan," ujarnya.
Dwiki Adiatma, Guru SMKN 8 Pekanbaru, menilai kegiatan ini sebagai momen penting bagi peningkatan kualitas guru produktif di bidang kuliner.
"Saya merasa terhormat mendapat pelatihan langsung dari chef berpengalaman asal Prancis. Sertifikasi ini sangat berarti bagi kami sebagai guru untuk lebih meningkatkan kapasitas kami ke depannya," katanya.
Kerja sama ini merupakan kelanjutan dari Perjanjian Kerja Sama yang ditandatangani pada 29 Juli 2024 antara Kemendikbudristek dengan Pemerintah Prancis dalam pengembangan Pendidikan Vokasi, Perhotelan, dan Kuliner.
Kemendikdasmen berkomitmen untuk terus memperkuat jejaring internasional di bidang pendidikan vokasi, membuka akses kerja sama lintas negara, dan memastikan para guru menjadi ujung tombak transformasi pembelajaran vokasi yang relevan, modern, dan berdaya saing global.
Namun, komitmen ini harus dibuktikan dengan tindakan nyata. Jangan sampai program-program pelatihan semacam ini hanya menjadi ajang seremonial dan pencitraan belaka. Pendidikan vokasi membutuhkan investasi yang berkelanjutan dan terukur, serta melibatkan semua pihak terkait, termasuk industri, lembaga pendidikan, dan masyarakat.
Hanya dengan begitu, mimpi mencetak guru SMK menjadi maestro pastry kelas dunia dapat menjadi kenyataan.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar